Sabtu, 04 Agustus 2018

SERI BUMI DATAR? BAGIAN 39 - ARAH KIBLAT MEMBUKTIKAN BUMI BULAT



Halo sahabat Fisika…. Belajar memang mengasyikkan ya…
Kita jadi lebih banyak tahu dan mengerti…..

Kali ini saya akan menjelaskan bagaimana cara menentukan arah kiblat bagi umat muslim di seluruh dunia dengan metode lingkaran besar atau great circle.  Sebenarnya sudah banyak buku, web maupun blog yang menjelaskannya.  Namun siapa tahu penjelasan saya dapat sedikit menambah atau menambal kekurangan penjelasan yang sudah ada.  Saya anggap kita semua sudah mengerti tentang bujur dan lintang pada bola bumi.  Bila belum silakan baca artikel saya di seri ke-20 tentang waktu shalat 212.

Yang dimaksud lingkaran besar dalam suatu bola adalah lingkaran yang membelah bola menjadi dua bagian yang sama besar. Disebut lingkaran besar karena memang itu adalah lingkaran terbesar yang bisa dibuat di dalam bola.  Perhatikan gambar di bawah ini, lingkaran A, B dan C adalah lingkaran besar, sementara lingkaran D adalah lingkaran kecil.


Pada bola bumi, semua garis bujur dalam satu lingkaran penuh merupakan lingkaran besar misalnya lingkaran C pada gambar.  Garis Equator atau lintang 0 (lingkaran A pada gambar) juga merupakan lingkaran besar.  Sementara lingkaran-lingkaran lintang selain equator adalah lingkaran kecil misalnya lingkaran D.

Menentukan arah atau azimuth pada permukaan bola adalah pengetahuan yang amat penting bagi pelayaran dan penerbangan agar tidak tersesat. Tidak kalah pentingnya dengan penentuan arah kiblat, karena salah satu syarat sahnya shalat adalah menghadap kiblat.  

Penentuan arah kiblat pun pada dasarnya adalah menentukan azimuth Kabah dari suatu tempat di permukaan bumi.  Sudah ada kesepakatan ahli-ahli fikih bahwa arah kiblat bagi suatu tempat adalah jarak terdekat dalam sebuah lingkaran besar yang melalui Kabah dan tempat tersebut.
Mari perhatikan gambar di bawah ini.



Keterangan warna garis
Hijau  : Bola bumi dalam pandangan 3 dimensi
Cyan : Equator Bumi
Merah : Garis dari pusat bumi menuju suatu lokasi di permukaan bumi atau sama dengan jari-jari bumi
Putih : Garis bujur yang melalui kota B. 
Magenta : Garis bujur yang melalui kota A
Kuning : Lingkaran besar yang melalui kota A dan B. Jika A adalah letak Kabah, maka dengan mengambil jarak terdekat sepanjang garis, akan menunjukkan arah kiblat bagi kota B.

Keterangan huruf
A : Letak Kabah (λ = 39° 50’ BT, φ = 21° 25’ LU)
B : Letak suatu kota di permukaan bumi
C : Kutub utara bumi (λ = 0°, φ = 90° LU)
Sudut a : Selisih nilai lintang kutub utara dengan lintang kota B
Sudut b : Selisih nilai lintang kutub utara dengan lintang Kabah (90° - 21°25’ = 68° 35’)
Sudut B : Arah kiblat bagi kota B diukur dari arah utara
Sudut C : Selisih nilai bujur kota B dengan bujur Kabah

Ketentuan besarnya sudut C
Jika λ adalah bujur kota B maka nilai sudut C adalah;
Sudut C =  39° 50’ – λ untuk 0° < λ < 39° 50’ BT 
Sudut C = λ - 39° 50’ untuk 39° 50’ BT <  λ < 180° BT 
Sudut C = λ + 39° 50’ untuk  0° < λ < 140°150’ BB 
Sudut C = 320° 10’ – λ untuk 140° 10’ < λ < 180° BB

Arah kiblat bagi kota B adalah besarnya sudut B yaitu sudut yang dibentuk oleh lingkaran besar yang melalui Kabah dan kota B versus lingkaran besar dari garis bujur yang melalui kota B.
Jarang saya temui web atau blog yang menurunkan rumus untuk mencari sudut B, kebanyakan hanya rumus jadinya. Bahkan di buku referensi yang saya gunakan pun tidak disertakan cara menurunkan rumusnya.  Alhamdulillah saya berusaha sendiri menurunkan rumusnya, silakan digunakan bagi sahabat yang membutuhkannya.


Perhatikan gambar di bawah ini.  Segitiga ABC adalah segitiga di permukaan bola yang dibentuk oleh tiga lingkaran besar yaitu lingkaran bujur yang melalui A, lingkaran bujur yang melalui B dan lingkaran besar yang melalui A dan B.



Dalam trigonometri bola berlaku rumus-rumus standar yang sudah baku seperti di bawah ini.
Cos a = cos b cos c + sin a sin b cos A (1)
Cos b = cos a cos c + sin a sin c cos B  (2)
Cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C (3)
Sin A : sin a = sin B : sin b = sin C : sin c  (4)

Sekarang mari kita turunkan rumus untuk mencari sudut B
Ambil persamaan 2 pisahkan cos B
Cos B =(cos b - cos a cos c) :  sin a sin c  (5)
Ambil persamaan 4 pisahkan sin c  dan masukkan ke pers. 5
Sin c =  sin C sin b : sin B (6)
Cos B = (cos b - cos a cos c) sin B : sin a sin b sin C (7)
Cos B : sin B = cotg B = (cos b - cos a cos c) : sin a sin b sin C (8)
Ambil persamaan 3 dan masukkan ke pers 8
Cotg B = (cos b – cos a (cos a cos b + sin a sin b cos C)) :  sin a sin b sin C (9)
Cotg B = (cos b - cos2 a cos b - cos a sin a sin b cos C) :  sin a sin b sin C (10)
Cotg B = (cos b (1- cos2 a) -  cos a sin a sin b cos C) : sin a sin b sin C (11)
Cotg B = cos b sin2 a : sin a sin b sin C  -  cos a sin a sin b cos C : sin a sin b sin C (12)
Cotg B = cotg b sin a : sin C – cos a cotg C (13) selesai
Jadi rumus untuk mencari sudut B adalah sebagai berikut
Cotg B = sin a cotg b : sin C – cos a cotg C

Sekarang mari kita coba rumus tersebut untuk kota Jakarta
Letak astronomi Jakarta
Bujur λ = 106° 49’ BT
Lintang φ = -6° 10’ LS (lintang selatan negatif)

Menentukan sudut
Sudut a = 90° - (-6° 10’) = 96° 10’
Sudut b = 68° 35’ (fix)
Sudut C = λ - 39° 50’ = 106° 49’ - 39° 50’ = 66° 59’

Dimasukkan ke dalam rumus
Cotg B = ( sin (96° 10’) cotan (68° 35’) : sin (66° 59’)) – (cos (96° 10’) cotan (66° 59’))
Cotg B = (0.994298 * 0.392999 : 0.920136) – (-0.10663 *0.425587)
Cotg B = 0.470056
Sudut B = 64.85675° (dari utara berlawanan jarum jam)
Sudut B = 295.1433° = 295° 8’ (dari utara searah jarum jam)
Jadi kiblat untuk kota Jakarta adalah 295° 8’
atau arah barat serong ke utara sebesar 25 derajat.

Kota lain
Osaka 135° 40’ BT,  34° 54’ LU, arah kiblat 290°42’
Surabaya 112° 55’ BT 7° 21’ LS, arah kiblat 294°
Jogjakarta 110° 21’ BT 7° 48’ LS, arah  kiblat 294°42’
New York 74° BB  40° 55’ LU, arah kiblat 58°31’
Kairo 31°18’ BT  30° 15’ LU, arah kiblat 137° 02’

Metode lingkaran besar dengan rumus di atas sebenarnya masih memiliki sedikit kekurangan karena jari-jari bumi tidaklah seragam.   Bila ingin lebih akurat kita harus menggunakan metode lain yang memasukan parameter jari-jari bumi sesuai kenyataan di lapangan.  Namun karena perbedaan jari-jari bumi tidaklah begitu berarti bila dibandingkan dengan jari-jari bumi itu sendiri maka metode great circle masih bisa digunakan karena ternyata penyimpangannya sangatlah kecil dan masih masuk dalam toleransi.

Ada satu kekeliruan tentang penentuan arah kiblat.  Banyak yang mengira kita bisa langsung menentukan arah kiblat dengan menarik garis lurus dari tempat tinggal kita ke kota mekkah pada peta yang biasa kita gunakan (peta Mercator). Ini tentunya adalah hal yang keliru. 

Peta Mercator tidak bisa dijadikan acuan untuk menentukan arah kiblat, apalagi jika jaraknya cukup jauh dari kota Mekkah seperti kita yang tinggal di Indonesia.  Karena pada dasarnya peta Mercator dibuat dari bola bumi yang diproyeksikan pada bidang datar sehingga garis lurus (yang cukup jauh) pada peta tidaklah menunjukkan arah sebenarnya. Contohnya kota Osaka letaknya lebih di utara dari pada kota Mekkah, tetapi kiblatnya tetap menghadap barat serong utara. Jika kita menggunakan peta Mercator, arahnya akan ke barat serong selatan.  Jadi arah kiblat yang benar harus tetap mengacu pada peta yang ada di bola bumi (globe).

Bukti bumi bulat
Cara lain untuk menentukan arah kiblat adalah dengan melihat azimuth matahari atau melihat bayangan benda pada saat matahari tepat berada di atas Kabah. Dalam setahun kejadian tersebut ada dua kali yaitu tanggal 28 Mei jam 12:16 waktu setempat dan tanggal 16 Juli jam 12:26 waktu setempat untuk selain tahun kabisat.  Jika tahun kabisat berarti 1 hari lebih awal.

Untuk membuktikan bahwa metode lingkaran besar yang memodelkan bumi berbentuk bulat adalah benar kita bisa membandingkannya dengan metode melihat azimuth matahari saat tepat berada di atas Kabah.

Hasilnya ternyata konsisten untuk semua lokasi di dunia.  Misalnya saat peristiwa matahari ada di atas Kabah, jika dilihat dari Jakarta, matahari berada di azimuth 295 derajat. Makanya arah kiblat di Jakarta yang benar dan resmi adalah 295 derajat. Ini sesuai dengan cara perhitungan dengan metode lingkaran besar. Untuk sahabat-sahabat yang tinggal di kota lain di seluruh dunia silakan membuktikannya.  

Hal ini sangat terang benderang membuktikan bahwa bentuk bumi adalah bulat.  Sebab jika bumi berbentuk datar maka pasti tidak akan memberikan hasil yang konsisten.  Seperti misalnya jika kita menggunakan peta Mercator atau peta Azimuthal Equidistant pasti akan terjadi ketidaksesuaian arah. 

Atau misalnya kita mencoba mengambil sample arah kiblat untuk 1000 lokasi yang tersebar di dunia dengan metode melihat azimuth matahari saat di atas Kabah, dan menggambarnya pada bidang datar, pasti akan terjadi kekacauan.  Ada yang harusnya lebih utara ternyata ada di selatan, atau harusnya lebih di timur ternyata di barat, dan tentunya ini tidak sesuai dengan posisi 1000 lokasi  yang sebenarnya.  

Ada bantahan dari penggemar bumi datar, yang menyatakan bahwa matahari tepat berada di atas Kabah itu dalam versi bumi bulat sehingga perhitungannya menjadi benar pada bumi bulat.  Jelas ini adalah orang yang gagal faham.  Matahari tepat berada di atas Kabah itu tidak ada hubungannya dengan bentuk bumi.  Mau buminya bulat, datar, lonjong, kotak atau apapun yang namanya matahari tepat berada di atas Kabah itu adalah fakta.  Pada saat tersebut semua benda setinggi apapun tidak akan memiliki bayangan.  Bukan hanya Kabah yang mengalami kejadian matahari tepat di atasnya, semua tempat di seluruh dunia yang berada di antara 23.5 derajat LS dan 23.5 derajat LU pun akan mengalami hal serupa dua kali dalam setahun.

Sekarang mari kita mencoba menggunakan peta yang dihasilkan dari proyeksi azimuthal equidistant dengan pusat proyeksi kutub utara.  Caranya cukup sederhana, cukup membuat bangun segitiga dengan sudut pertama pusat proyeksi, sudut kedua kota yang bersangkutan dan sudut ketiga kota Mekkah.  Maka hasilnya tidak akan sesuai dengan arah kiblat yang sebenarnya.  Misalnya arah kiblat Jakarta akan melenceng sejauh 23 derajat menjadi (318 derajat) dan seluruh lokasi di Indonesia pun pasti melenceng, silakan dibuktikan.

Seperti yang sudah pernah saya katakan di seri ke-10 Azimuthal Equidistant, bahwa model bumi datar ternyata nyontek atau membajak peta proyeksi azimuthal equidistant yang diklaim sebagai peta bumi datar.  Dan terbukti ternyata untuk arah kiblat peta ini sangat melenceng.  Kalau benar peta ini adalah peta bumi datar dan bumi berbentuk datar, sudah pasti tidak akan terjadi penyimpangan arah kiblat.

Bagi sahabat muslim yang masih nyolot bumi berbentuk datar, saya punya pilihan logis yang didapatkan dari pembahasan kali ini,
Pilihannya ada tiga


  1. Mengikuti arah kiblat yang ditetapkan ulama dan ahli-ahli falak yang berarti harus mengakui bentuk bumi bulat.  
  2. Membuat peta sendiri agar sesuai dengan hasil pengamatan saat matahari ada di atas Kabah, dalam hal ini berarti posisi pulau, benua, kota akan kacau balau dan tidak sesuai dengan kenyataan.  
  3. Tetap mempertahankan peta Azimuthal Equidistant sebagai peta penduduk bumi datar dengan konsekuensi shalat menghadap ke arah sesuai peta.  Untuk Jakarta ke arah 318 derajat.

Pilihannya memang menyakitkan, atau sahabat punya pilihan sendiri yang tidak menyakitkan, misalnya mengikuti arah kiblat yang resmi tetapi tetap tidak mengakui bentuk bumi yg bulat.. ya silakan saja, itu bukan hal yang mengherankan.

Anggapan Keliru Penggemar FE
Beberapa orang penggemar bumi datar mengatakan bahwa jika bumi berbentuk bulat maka ke arah mana pun pasti kita akan menghadap Kabah.

Ini jelas pandangan yang keliru, jika kita mengambil pada satu arah yang salah dan kita menyusuri bumi pada arah tersebut maka kita akan kembali ke tempat semula dan tidak akan pernah bertemu dengan Kabah.

Untuk sampai ke Kabah arah yang benar hanyalah arah yang berada di lingkaran besar yang melalui Kabah dan tempat kita.  Ada dua arah yaitu yang satu jaraknnya terdekat dan satunya jaraknya terjauh.  Misalnya kita yang berada di Jakarta harus mengarahkan perjalanan ke arah 295 derajat untuk sampai ke Kabah (mengambil jarak yang terdekat).  Jika kita ingin mengambil jarak yang terjauh maka harus mengambil arah yang berlawanan yaitu 115 derajat (timur serong selatan).

Memang ada satu tempat yang jika kita mengambil arah ke mana saja akan bertemu Kabah, yaitu tempat yang disebut antipoda Kabah.  Antipoda Kabah berada di oposisi Kabah atau tepat di belakang Kabah jika kita lihat di globe.  Antipoda Kabah juga bisa dimanfaatkan untuk menentukan arah kiblat, yaitu pada saat Matahari berada di atas antipoda Kabah maka seluruh bayangan akan mengarah ke Kabah.

Satu lagi hal yang selalu didengungkan oleh para pegiat bumi datar adalah bahwa jika bumi berbentuk bulat maka Kabah akan terhalang oleh lengkungan bumi dan jika jaraknya sangat jauh seperti di Indonesia maka arah kiblat  akan menghadap ke langit.
Masalah ini sebenarnya sudah masuk ke wilayah Fikih, dan sepertinya para pegiat bumi datar ini sedang menantang ahli-ahli fikih.

Sudah jelas kesepakatan ahli fikih bahwa arah kiblat adalah arah dan jarak terdekat yang mana bila kita menyusuri permukaan bumi pada satu arah tersebut akan bertemu dengan Kabah. 

Jadi kalau para penganut bumi datar tidak setuju dengan kesepakatan ahli fikih ya… monggo silakan buat madzab fikih sendiri.  Misalnya menggunakan peta Azimuthal Equidistant sehingga penduduk FE yang berada di Jakarta shalatnya menghadap ke arah 318 derajat.

Nasehat buat sahabat Muslim
Ini nasehat buat sahabat muslim yang masih nyolot bumi berbentuk datar.

Allah SWT mewajibkan umat Islam untuk menuntut ilmu dari lahir hingga wafat.  Dan Allah SWT akan meninggikan derajat orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan.  Sejarah Islam yang gemilang mencatat bahwa sains dan peradaban Islam tidak mengajarkan bumi berbentuk datar.  Seluruh ilmuwan dan astronom Islam pada masa keemasan Islam sepakat bahwa bentuk bumi adalah bulat.   Bahkan di antara para ilmuwan tersebut sudah ada yang menyatakan bahwa bumi berotasi pada porosnya misalnya Al-Biruni pada abad 10 M.  Jika di antara kita masih ada yang belum yakin silakan dicek  pada  seluruh literatur yang ada, bagaimana pandangan ilmuwan Muslim terhadap bentuk alam semesta.

Saya prihatin jika ada sahabat Muslim yang masih ngotot bumi berbentuk datar, apalagi jika akibat terpengaruh oleh teori bumi datar saat ini.  Teori bumi datar saat ini jelas bukan dari Islam, teori bumi datar saat ini bukanlan teori ilmiah tapi adalah teori konspirasi yang lahir di Barat.  

Kita tidak tahu ada agenda apa di balik lahirnya teori konspirasi itu.  Yang pasti teori bumi datar jelas merendahkan peradaban sains Islam karena teori ini selalu mendoktrinkan pada pengikutnya bahwa bumi bulat adalah propaganda elit global.  Dalam hal ini apakah peradaban sains Islam itu bagian dari elit global? ataukah mereka para pegiat bumi datar berusaha untuk menggelapkan sejarah peradaban Islam?  Ataukah memang mereka orang-orang yang kurang wawasan?

Untuk itu sahabatku, sudahilah ikut-ikutan arus bumi datar.  Bila ingin melawan elit global cara yang ampuh adalah memerangi kebodohan yaitu dengan belajar, belajar dan belajar.  Dengan belajar kita bisa tahu  apakah di dalam sains ada kebohongan.  Janganlah melakukan hal lucu dengan mengatakan sains adalah kebohongan sementara hal-hal sederhana dalam sains saja tidak faham.  Bagaimana bisa menjudge sesuatu hal sementara tidak faham hal tersebut.

Sahabat Muslim…  Islam dan sains tidak mungkin dipisahkan, apalagi hal yang menyangkut astronomi.  Umat Islam melaksanakan  sebagian besar ibadah berdasarkan pada waktu-waktu yang sudah ditetapkan, misalnya shalat, puasa, zakat dan Haji. Puasa, zakat, dan haji waktunya ditetapkan berdasar  hisab kalender hijriyah dan juga ditambah rukyatul hilal.  Sementara waktu shalat ditetapkan berdasarkan pada kriteria ketinggian matahari.  Bahkan menentukan arah kiblat pun menggunakan ilmu astronomi.  Jadi umat Islam tidak boleh  mengabaikan sains.
Sampai di sini semoga menambah pemahaman.

Buku Bacaan
ILMU FALAK Dalam Teori dan Praktek, Muhyiddin Khazin, Buana Pustaka 2004

Tidak ada komentar:

SERI BUMI DATAR?

Bukti Empiris Revolusi Bumi + Pengantar
Bukti Empiris Rotasi Bumi + Pengantar
Bukti Empiris Gravitasi + Pengantar

Seri 43 : Bantahan Cerdas Penganut FE3

Seri 42 : Bantahan Cerdas Penganut FE 2
Seri 41 : Melihat Satelit ISS sedang mengorbit Bumi
Seri 40 : Bantahan Cerdas Penganut FE

Seri 39 : Arah Kiblat Membuktikan Bumi Bulat

Seri 38 : Equation Of Time

Seri 37 : Mengenal Umbra Penumbra dan Sudut Datang Cahaya

Seri 36 : Fase Bulan Bukan Karena Bayangan Bumi
Seri 35 : Percobaan Paling Keliru FE
Seri 34 : Analogi Gravitasi Yang Keliru
Seri 33 : Belajar Dari Gangguan Satelit
Seri 32 : Mengapa Horizon Terlihat Lurus?
Seri 31 : Cara Menghitung Jarak Horizon
Seri 30 : Mengapa Rotasi Bumi Tidak Kita Rasakan
Seri 29 : Observasi Untuk Memahami Bentuk Bumi
Seri 28 : Permukaan Air Melengkung
Seri 27 : Aliran Sungai Amazon
Seri 26 : Komentar dari Sahabat
Seri 25 : Buat Sahabatku (Kisah Kliwon menanggapi surat FE101 untuk Prof. dari LAPAN)
Seri 24 : Bukti Empiris Gravitasi
Seri 23 : Bukti Empiris Revolusi Bumi
Seri 22 : Bukti Empiris Rotasi Bumi
Seri 21 : Sejarah Singkat Manusia Memahami Alam Semesta

Seri 20 : Waktu Shalat 212
Seri 19 : Kecepatan Terminal
Seri 18 : Pasang Surut Air Laut
Seri 17 : Bisakah kita mengukur suhu sinar bulan?
Seri 16 : Refraksi
Seri 15 : Ayo Kita Belajar Lagi
Seri 14 : Perspektif
Seri 13 : Meluruskan Kekeliruan Pemahaman Gravitasi
Seri 12 : Teknik Merasakan Lengkungan Bumi
Seri 11 : Gaya Archimedes terjadi karena gravitasi
Seri 10 : Azimuthal Equidistant
Seri 9 : Ketinggian Matahari pada bumi datar
Seri 8 : Bintang Kutub membuktikan bumi bulat
Seri 7 : Satelit Membuktikan Bumi berotasi
Seri 6 : Rasi Bintang membuktikan bumi berputar dan berkeliling
Seri 5 : Gravitasi membuktikan bumi bulat
Seri 4 : Besi tenggelam dan Gabus terapung
Seri 3 : Gaya gravitasi sementara dirumahkan
Seri 2 : Bola Golf jadi Penantang
Seri 1 : Satelit yang diingkari