Sabtu, 14 Juni 2025
Kajian Ilmiah - Penentuan Arah Kiblat dengan Metode Great Circle
Kajian Ilmiah - Ilmu Astronomi dalam Islam
Ilmu Astronomi dalam Islam: Antara Iman dan Perhitungan
1. Pentingnya Ilmu Astronomi dalam Islam
Ilmu astronomi (ilmu falak) memiliki posisi penting dalam tradisi Islam sejak masa Rasulullah ﷺ. Arah kiblat, penentuan waktu salat, awal dan akhir bulan Hijriah, hingga navigasi di padang pasir maupun laut—semuanya membutuhkan pemahaman terhadap peredaran benda-benda langit. Oleh karena itu, para ulama terdahulu sangat memperhatikan ilmu falak sebagai bagian dari ilmu yang fardhu kifayah, yaitu ilmu yang penting untuk keberlangsungan kehidupan umat Islam.
Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan, termasuk ilmu tentang langit. Al-Qur’an pun menyebutkan berbagai fenomena astronomi, seperti peredaran bulan dan matahari, pergantian malam dan siang, serta orbit-orbit benda langit. Firman Allah dalam QS. Yunus: 5:
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan Dia menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”
Ayat ini menunjukkan bahwa peredaran benda-benda langit bukan hanya tanda kekuasaan Allah, tetapi juga sarana bagi manusia untuk mengenal waktu, kalender, dan arah.
2. Ilmu Astronomi Bukan untuk Melawan Dalil, Tetapi Membantu Memahaminya
Sering kali terjadi salah paham seolah-olah ilmu astronomi bertentangan dengan dalil-dalil agama. Padahal, ilmu astronomi dalam Islam justru berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan syariat, bukan untuk menggugatnya.
Contohnya, perintah salat lima waktu telah ditentukan waktunya dalam Al-Qur’an dan Hadis. Tapi bagaimana manusia mengetahui kapan tepatnya waktu Zuhur atau Isya di tempatnya? Di sinilah astronomi membantu dengan perhitungan posisi matahari. Tanpa astronomi, kita akan kesulitan menyusun jadwal salat yang akurat.
Begitu juga dengan penentuan awal Ramadhan atau Idul Fitri. Dalil menyebutkan “ru'yatul hilal” (melihat bulan sabit). Ilmu astronomi bukan mengganti ru'yat, tetapi membantu memperkirakan kemungkinan terlihatnya hilal. Jadi, antara dalil dan ilmu, bukanlah dua kutub yang saling menafikan, melainkan saling menguatkan.
3. Penggunaan Ilmu Astronomi dalam Islam
Berikut adalah beberapa penggunaan penting ilmu astronomi dalam praktik kehidupan keislaman:
a. Penentuan Waktu Salat
Setiap waktu salat bergantung pada posisi matahari. Ilmu astronomi digunakan untuk menghitung kapan tepatnya fajar, waktu Zuhur, Asar, Maghrib, hingga Isya. Tanpa perhitungan astronomi, akan sulit membuat jadwal salat harian, apalagi untuk wilayah yang berbeda-beda.
b. Arah Kiblat
Untuk salat, umat Islam harus menghadap ke Ka'bah. Ilmu astronomi membantu menentukan arah kiblat dari berbagai belahan dunia dengan cara menghitung lintang dan bujur geografis serta posisi Ka'bah.
c. Penentuan Awal Bulan Hijriah
Penentuan awal bulan Hijriah seperti Ramadhan dan Dzulhijjah memerlukan pengamatan hilal. Ilmu astronomi membantu menentukan kemungkinan terlihatnya hilal (rukyat) dan juga memungkinkan penyusunan kalender Islam secara hisab.
d. Penentuan Gerhana
Islam memiliki salat khusus saat terjadi gerhana matahari (kusuf) dan gerhana bulan (khusuf). Ilmu astronomi memungkinkan kita mengetahui kapan dan di mana gerhana akan terjadi, sehingga kita bisa bersiap melaksanakan salat sunah tersebut.
e. Navigasi dan Penjelajahan
Pada masa keemasan Islam, para pelaut dan penjelajah muslim menggunakan bintang-bintang untuk menentukan arah dan waktu. Ini adalah bentuk aplikasi ilmu astronomi untuk keperluan duniawi yang tetap dilandasi niat ibadah.
Penutup
Ilmu astronomi dalam Islam bukan sekadar ilmu tentang langit semata, melainkan ilmu penerang kehidupan. Ia tidak berdiri sendiri, tapi menyatu dalam misi agama: membantu manusia menjalankan perintah Allah dengan tepat. Dalam pandangan Islam, ilmu bukan musuh iman. Keduanya adalah sahabat yang saling mendukung menuju pemahaman yang lebih utuh akan alam semesta dan Penciptanya.
“Tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan hikmah.” (QS. Shaad: 27)
Kajian Ilmiah - Mengenal Kalender Aboge
1. Apa Itu Kalender Aboge?
Kalender Aboge adalah sistem penanggalan Jawa yang digunakan oleh sebagian masyarakat Jawa, terutama untuk menentukan hari-hari penting seperti weton, peringatan adat, hingga perhitungan hari baik. Nama Aboge berasal dari singkatan Alif Rebo Wage, yang merujuk pada tahun pertama dalam siklus windu (8 tahun Jawa) yang dimulai pada hari Rabu Wage.
Kalender Aboge memiliki siklus windu selama 8 tahun, di mana setiap tahun memiliki nama khusus, yaitu: Alif, Ha (atau Ehe), Jimawal, Je, Dal, Ba (atau Be), Wawu, dan Jimakir. Setiap awal tahun dalam siklus ini selalu jatuh pada kombinasi hari pasaran tertentu. Misalnya, pada tahun Alif, tanggal 1 Muharram (atau 1 Sura dalam kalender Jawa) jatuh pada hari Rabu Wage. Pada tahun berikutnya, 1 Sura akan jatuh pada Ahad Pon, lalu Jumat Pon di tahun ketiga, dan seterusnya, mengikuti pola tertentu. Setelah delapan tahun berlalu, siklus ini akan kembali ke tahun Alif, dan 1 Sura akan kembali jatuh pada Rabu Wage, mengulang siklusnya.
Baik Aboge maupun Asapon, pada dasarnya keduanya akan tetap mengalami pergeseran terhadap siklus bulan, karena metode perhitungannya tidak sepenuhnya presisi mengikuti peredaran bulan secara astronomis.
Sistem Asapon, yang memulai tahun Alif-Selasa-Pon pada tahun 1936 M (atau 1867 Tahun Jawa), dirancang untuk berlaku selama satu siklus panjang, yaitu 15 windu (15 × 8 tahun = 120 tahun lunar). Berdasarkan perhitungan tersebut, sistem Asapon diperkirakan akan mencapai akhir periodenya pada tahun 2053 M (atau 1987 Tahun Jawa). Setelah itu, kombinasi hari-pasaran awal tahun akan bergeser, menandai dimulainya kurup baru dengan pola Alif-Senin-Pahing, yang secara jenaka sering disebut "Asehing" (singkatan dari Alif-Senen-Pahing), sesuai dengan rotasi alami dalam siklus hari dan pasaran kalender Jawa.
Sementara itu, jika sistem Aboge terus mempertahankan hitungan tradisionalnya tanpa penyesuaian apa pun, maka dalam rentang waktu sekitar dua ribu tahun ke depan akan terjadi pergeseran yang signifikan. Akibatnya, tanggal 1 dalam kalender Aboge, yang seharusnya mencerminkan kemunculan bulan baru, bisa saja bertepatan dengan fase bulan purnama, suatu kondisi yang bertolak belakang dengan makna awal bulan dalam kalender lunar.
2. Perbedaan Kalender Aboge dengan Kalender Jawa Umumnya
Meskipun kalender Aboge masih bagian dari kalender Jawa, ada perbedaan mendasar dengan sistem kalender Jawa resmi yang distandarkan pada masa Sultan Agung Mataram.
Awal Tahun
Kalender Aboge: Tahun baru dimulai pada Rabu Wage di tahun Alif.
Kalender Jawa Umum: Penentuan awal tahun sudah disesuaikan dengan sistem resmi Sultan Agung, bisa berbeda hari pasaran. Tujuannya adalah untuk menyesuaikan dengan kalender Hijriyah.
Penentuan Hari Besar
Kalender Aboge: Sering digunakan untuk perhitungan khusus seperti muludan (Maulid Nabi) dengan rumus tertentu.
Kalender Jawa Umum: Lebih mengikuti penanggalan resmi yang seragam di seluruh Jawa.
Penggunaan Lokal
Kalender Aboge biasanya digunakan di daerah-daerah pedesaan atau komunitas adat yang memegang tradisi turun-temurun.
Kalender Jawa umum digunakan lebih luas, termasuk dalam keperluan budaya, perhitungan weton, dan acara kerajaan.
3. Perbedaan Kalender Aboge dengan Kalender Hijriyah
Kalender Aboge pada dasarnya merupakan modifikasi dari kalender Hijriyah yang disesuaikan dengan perhitungan Jawa.
Sistem Penanggalan
Kalender Hijriyah: Berdasarkan peredaran bulan murni (lunar calendar), jumlah hari 29–30 per bulan, total ±354 hari per tahun.
Kalender Aboge: Juga mengikuti peredaran bulan, tetapi awal bulannya disesuaikan dengan hitungan Aboge sehingga beberapa tanggal hari besar Islam bisa berbeda.
Awal Penentuan Tahun Baru
Kalender Hijriyah: Tahun baru dimulai 1 Muharram sesuai rukyat atau hisab astronomi.
Kalender Aboge: Tahun baru dimulai sesuai siklus windu dan kombinasi pasaran yang tetap (Rabu Wage di tahun Alif).
Hari Besar Islam
Kalender Hijriyah: Penentuan hari besar murni berdasarkan rukyat/hisab astronomi resmi.
Kalender Aboge: Penentuan hari besar bisa berbeda satu atau dua hari karena memakai sistem hitungan tradisional.
Kesimpulan
Kalender Aboge adalah salah satu bentuk penanggalan Jawa tradisional yang unik, lahir dari perpaduan budaya Jawa dan perhitungan kalender Islam. Ciri khasnya terletak pada siklus Alif Rebo Wage yang digunakan untuk menentukan awal tahun dan hari-hari penting.
Perbedaan dengan kalender Jawa umum terutama ada pada awal tahun dan metode penentuan hari besar, sedangkan perbedaan dengan kalender Hijriyah terletak pada penyesuaian perhitungan hari besar Islam yang sering berbeda satu atau dua hari dari penanggalan resmi.
Kalender Aboge bukan sekadar sistem waktu, tetapi juga warisan budaya yang mencerminkan kearifan lokal dan tradisi spiritual masyarakat Jawa. Meski jarang digunakan dalam penanggalan resmi, kalender ini tetap lestari di komunitas yang memegang teguh adat dan perhitungan tradisional.
Kalender Aboge, jika digunakan dalam jangka panjang, akan menghadapi masalah serius terkait kesesuaian dengan fase bulan, karena perhitungannya bersifat tetap dan tidak mengikuti pengamatan astronomis. Seiring waktu, pergeseran antara tanggal dalam kalender dan posisi bulan sebenarnya akan semakin besar, sehingga tanggal 1 yang seharusnya mencerminkan bulan baru bisa jatuh pada fase bulan purnama. Penyesuaian tentu dapat dilakukan untuk menjaga akurasi terhadap siklus bulan, namun jika penyesuaian itu diterapkan, maka kalender tersebut tidak lagi dapat disebut sebagai Aboge, karena telah meninggalkan sistem hitungan tradisional yang menjadi ciri khas utamanya. Dan tentunya 1 Sura di tahun Alif tidak akan lagi jatuh pada hari Rebo Wage.
****
Pergeseran terhadap fase bulan dalam kalender Jawa terjadi karena menggunakan sistem hitungan matematis tetap (taqwim) yang tidak sepenuhnya mengikuti peredaran bulan secara astronomis (rukyat).
📌 Masalah utama terletak pada panjang rata-rata tahun dan akumulasi selisih hari:
Kalender Jawa (versi Sultan Agung) memakai siklus windu (8 tahun), yang terdiri atas:
5 tahun pendek (354 hari)
3 tahun panjang (355 hari)
➡️ Total hari dalam satu windu:
5×354)+(3×355) = 2.835 hari
➡️ Rata-rata hari dalam satu tahun: 2.835 : 8 = 354,375 hari
Kalender Hijriyah murni (berdasarkan bulan sinodik):≈ 354,367
Artinya, kalender Jawa lebih panjang sekitar 0,008 hari per tahun dibanding Hijriyah murni.
Dalam 1 windu (8 tahun):
Jadi, dalam rentang waktu sekitar 1.000 tahun, kalender Jawa akan mengalami pergeseran sekitar 8 hari lebih cepat dibanding siklus bulan sebenarnya. Untuk mengantisipasi pergeseran ini, kalender Jawa dirancang memiliki sistem pembaruan siklus yang disebut kurup, yakni pergantian pola kombinasi hari-pasaran awal tahun setiap 120 tahun (atau 15 windu).
Dengan sistem ini, setelah kurup Aboge (Alif-Rabu-Wage), berganti menjadi Asapon (Alif-Selasa-Pon) saat ini masih berlaku, lalu Asehing (Alif-Senin-Pahing), Ahadgi (Alif-Ahad Legi), dan seterusnya, mengikuti rotasi alami hari dan pasaran dalam siklus windu.
Kamis, 12 Juni 2025
Kajian Ilmiah - Panjang Bayangan Waktu Dzuhur di Beberapa Kota di Dunia
Kadang ada ungkapan "saat matahari ada di ubun-ubun kita" yang maksudnya adalah saat tengah hari bolong. Ungkapan itu tidak salah, namun kejadian matahari tepat berada di atas ubun-ubun kita hanya terjadi setahun dua kali. Selain itu setiap tengah hari bolong, matahari akan sedikit demi sedikit menjauhi kita lalu mendekat lagi dalam periode 1 tahun. Penyebabnya adalah karena kemiringan sumbu rotasi bumi saat mengitari matahari. Kita yang tinggal di belahan bumi selatan misalnya pulau Jawa, akan mendapati matahari berada di posisi paling jauh di utara setiap tanggal 20 atau 21 Juni. Sebaliknya orang yang tinggal di belahan bumi utara misalnya di Mekkah akan mendapati matahari berada paling jauh di selatan setiap tanggal 22 Desember.
Pada saat tengah hari bolong, matahari tidaklah selalu tepat di atas ubun-ubun kita, dan ini akan menimbulkan bayangan dari tubuh kita. Bayangan paling panjang akan terjadi saat matahari berada di posisi paling jauh. Bagi kita yang tinggal di pulau Jawa bayangan terpanjang tubuh kita saat tengah hari terjadi setiap tanggal 20 Juni. Tengah hari yang dimaksud di sini adalah saat matahari sedikit tergelincir ke barat, atau saat awal masuknya shalat dzuhur, atau dalam istilah astonomi matahari berkulminasi.
Kali ini penulis akan menyajikan simulasi perhitungan panjang bayangan saat awal waktu shalat dzuhur atau saat matahari berkulminasi untuk beberapa kota di dunia baik di bagian selatan maupun bagian utara. Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan sebelumnya, jika anda belum membacanya silakan di alamat ini.
https://sakudin-fisika.blogspot.com/2025/06/memahami-penetapan-awal-waktu-shalat.html
Langkah-langkah yang penulis lakukan dalam perhitungan panjang bayangan ini adalah
- Menentukan kota
- Mencari koordinat geografi (lintang dan bujur) kota tersebut
- Mencari kapan awal waktu shalat dzuhur di kota tersebut pada tanggal 20 Juni untuk belahan bumi selatan dan 22 Desember untuk belahan bumi utara. Dengan bantuan web berikut ini penulis dapat menemukan awal waktu shalat dzuhur atau saat matahari berkulminasi. https://id.equantu.com/prayer-times
- Mencari sudut elevasi matahari saat matahari berkulminasi. Penulis mendapatkan sudut elevasi matahari dengan bantuan web penghitung sudut elevasi matahari di bawah ini. https://www.omnicalculator.com/physics/sun-angle
- Menghitung panjang bayangan dengan rumus, panjang bayangan = tinggi benda dibagi tangen sudut elevasi matahari
Misalkan kita menggunakan tinggi benda 100 cm.
1. Mari kita coba untuk kota Mekkah
2. Koordinat geografi kota Mekkah adalah 21°25′21″N 39°49′24″E dibaca 21 derajat 25 menit 21 detik lintang Utara dan 39 derajat 49 menit 24 detik bujur timur.
Kita ambil cukup sampai menit saja lalu kita konversi ke dalam satuan derajat 21°25′ = 21.41 derajat dan 39°49′ = 39.82 derajat
3. Kita masukan kota Mekkah ke dalam web penghitung waktu shalat, kita pilih tanggal 22 Desember 2025. Hasilnya awal waktu dzuhur di kota Mekkah adalah jam 12.19 waktu setempat
4 Lalu kita menuju web penghitung sudut matahari
Masukan paremeter berikut ini
Lintang = 21.41
Bujur = 39.82
Tanggal = 22 Desember 2025
Jam = 12.19
Zona Waktu = GMT +3
(Zona waktu bisa dilihat di web penghitung waktu shalat)
Hasil yang kita dapat adalah, sudut elevasi matahari saat itu 45.17 derajat.
5. Selanjutnya kita cari panjang bayangan. Panjang bayangan = 100 cm dibagi tangen (45.17) = 99 cm
Jadi di kota Mekkah pada tanggal 22 Desember, panjang bayangan dari benda setinggi 100 cm saat masuk waktu dzuhur adalah 99 cm, hampir sama dengan tinggi benda.
Lalu kapan terjadi panjang bayangan sama dengan tinggi benda? Kita coba tambah menitnya misalnya 12.20 dst sampai ketemu sudut kira-kira 45.0 derajat. Dan ini terjadi saat jam 12.35. Jelas saat itu bukanlah awal waktu ashar, mustahil waktu dzuhur di Mekkah hanya berlangsung dari 12.19 - 12.35 alias hanya 16 menit saja.
Sekarang mari kita mencoba menghitung berapa panjang bayangan saat waktu ashar tiba. Waktu ashar di Mekkah jatuh pada pukul 15.23, dengan rumus astronomi kita dapatkan sudut elevasi matahari 26.72 derajat dan panjang bayangan dari benda setinggi 1 meter adalah 199 cm atau sama dengan tinggi benda ditambah panjang bayangan saat matahari berkulminasi. Sekali lagi kita menemukan bukti bahwa masuknya waktu ashar ditandai dengan panjang bayangan sama dengan tinggi benda ditambah panjang bayangan saat dzuhur.
Untuk membuktikannya bisa kita lakukan pada tanggal 22 Desember. Bagi orang yang ada di kota Mekkah silakan dibuktikan secara langsung. Bagi kita yang berada di Indonesia bisa kita lakukan dengan melihat tayangan Mekkah Live yang menampilkan siaran langsung jemaah umroh sedang tawaf. Tayangan Mekkah live bisa disaksikan di TV internet, TV satelit bahkan di Youtube pun ada.
Saat adzan dzuhur berkumandang di Masjidil Haram tanggal 22 Desember jam 12.19 Waktu Arab Saudi atau 16.19 WIB, cobalah lihat panjang bayangan Ka'bah, perkirakanlah apakah kira-kira sama dengan perhitungan astronomi yang sudah dihitung di atas. Lalu saat adzan ashar berkumandang di Masjidil Haram yaitu jam 15.23 Waktu Arab Saudi atau 19.23 WIB, lihat dan perkirakan kembali panjang bayangan Ka'bah apakah kira-kira sama dengan perhitungan astronomi.
Sebenarnya tidak perlu menunggu tanggal 22 Desember, itu bisa dilakukan juga di bulan-bulan Oktober, November, Desember, Januari sampai Ferbruari. Atau saat panjang bayangan Ka'bah masih cukup panjang untuk bisa diamati. Puncaknya atau bayangan Ka'bah terpanjang saat dzuhur memang terjadi tanggal 22 Desember saat matahari berada di 23.5 derajat lintang selatan.
Berikut ini penulis sajikan hasil perhitungan panjang bayangan untuk beberapa kota di dunia. Ada dua bagian yaitu 5 kota di belahan bumi utara dan 5 kota di bumi selatan. Untuk yang bagian utara perhitungan dilakukan untuk tanggal 22 Desember karena saat itu matahari berada di paling selatan. Sedangkan untuk yang bagian selatan untuk tanggal 20 Juni karena saat itu matahari ada di paling utara. Waktu atau jam yang tertera adalah jam waktu setempat.
Belahan Bumi Utara
Mekkah (Arab Saudi)
Koord. Geografi 21°25′21″N 39°49′24″E atau 21.41 LU 39.82 BT
Zona Waktu +3
Waktu Dzuhur 12.19
Sudut elevasi matahari 45.17
Panjang bayangan 99 cm (hampir setinggi benda)
Panjang bayangan = tinggi benda terjadi pada jam 12.35
Panjang bayangan ashar (15.23) 198 cm
Turaif (Arab Saudi)
Koord. Geografi 31°40′39″N 038°39′11″E atau 31.67 LU 38.65 BT
Zona Waktu +3
Waktu Dzuhur 12.24
Sudut elevasi matahari 34.92
Panjang bayangan 143 cm (Melebihi tinggi benda)
Osaka (Jepang)
Geografi 34°41′11″N 135°31′11″E atau 34.68 LU 135.52 BT
Zona Waktu +9
Waktu Dzuhur 11.56
Sudut Elevasi 31.91
Panjang bayangan 160 cm (Melebihi tinggi benda)
Kuala Lumpur (Malaysia)
Geografi 3°8'27.07'N 101°41'35.5452E atau 3.13 LU 101.68 BT
Zona Waktu +8
Waktu Dzuhur 13.12
Sudut elevasi 63.43
Panjang bayangan 50 cm (Setengah tinggi benda)
Manila (Philipina)
Geografi 14°35′N,120°58′E atau 14.58 LU 120.97 BT
Zona Waktu +8
Waktu Dzuhur 11.55
Sudut elevasi 52
Panjang bayangan 78 cm (lebih dari setengah tinggi benda)
Belahan Bumi Selatan
Depok (Indonesia)
Koord. Geografi 6°19'00'S 106°43'E -6.32 LS 106.77 BT
Zona Waktu +7
Waktu Dzuhur 11.54 (WIB)
Sudut elevasi 60.25
Panjang bayangan 57 cm (lebih dari setengah tinggi benda)
Sidney (Australia)
Koord. Geografi 33°51′35.9″S 151°12′40″E atau -33.85 LS 151.21 BT
Zona Waktu +10
Waktu Dzuhur 11.57
Sudut elevasi 32.73
Panjang bayangan 155 cm (Melebihi tinggi benda)
Wellington (New Zealand)
41°18′S 174°47′E atau -41.3LS 174.783 BT
Zona Waktu +12
Waktu Dzuhur 12.22
Sudut elevasi 19.62
Panjang bayangan 280 cm (Hampir 3 kali tinggi benda)
Buenos Aires (Argentina)
Koord. Geografi 34°36′13″S 58°22′53″W atau-34.6 LS -58.36 BB
Zona Waktu -3
Waktu dzuhur 12.55
Sudut elevasi 31.96
Panjang bayangan 160 cm (Melebihi tinggi benda)
Cape Town (Afrika Selatan)
Koord. Geografi 12.4833°55′31″S 18°25′26″E atau -12.8 LS 18.42 BT
Zona Waktu +2
Waktu Dzuhur 12.48
Sudut elevasi 53.45
Panjang bayangan 74 cm (lebih dari setengah tinggi benda)
Perhatikan di kota Turaif yang merupakan kota di Arab Saudi yang letaknya di utara kota Mekkah, pada tanggal 22 Desember panjang bayangan benda setinggi 100 cm saat waktu dzuhur adalah 143 cm. Jauh melebihi tinggi bendanya. Jika menggunakan kaidah waktu ashar adalah panjang bayangan sama dengan tinggi benda semata, maka pada tanggal 22 Desember dan beberapa hari sebelum dan sesudahnya, penduduk Turaif tidak akan pernah bisa melaksanakan shalat Dzuhur.
Wallahu a'lam
Semoga Bermanfaat.
Selasa, 10 Juni 2025
Kajian Ilmiah - Memahami Penetapan Awal Waktu Shalat Ashar
Saat anda mendengar adzan dzuhur dan bergegas ke masjid untuk melaksanakan shalat, cobalah anda ukur dan perkirakan berapa panjang bayangan tubuh anda. Lalu saat adzan ashar berkumandang cobalah ukur kembali panjang bayangan anda.
Jika kita melakukan hal tersebut di sekitar bulan Juni, khususnya bagi kita yang tinggal di pulau Jawa, kita akan mendapati panjang bayangan saat adzan dzuhur berkumandang adalah sekitar separuh dari tinggi badan kita. Contohnya jika tinggi badan kita adalah 170 cm, maka panjang bayangan badan kita adalah sekitar 85 cm. Sementara saat adzan ashar berkumandang, panjang bayangan adalah sekitar satu setengah kali tinggi badan kita. Badan kita yang tingginya 170 cm akan memiliki panjang bayangan 170 cm + 85 cm = 255 cm.
Selanjutnya kita mencoba mencari penjelasan dari berbagai sumber tentang penetapan awal waktu shalat ashar melalui mesin pencari google
Yang pertama dari Detik
Waktu sholat Ashar dimulai tepat ketika waktu Dzuhur sudah habis yaitu semenjak panjang bayangan suatu benda menjadi sama panjangnya dengan panjang benda itu sendiri.
Sumber :
https://news.detik.com/berita/d-5234714/batas-waktu-sholat-ashar-awal-dan-akhir-serta-dalilnya.
Selanjutnya dari Rumah Fiqih
Waktu shalat Ashar dimulai tepat ketika waktu shalat Zhuhur sudah habis, yaitu semenjak panjang bayangan suatu benda menjadi sama panjangnya dengan panjang benda itu sendiri.
Sumber :
https://www.rumahfiqih.com/konsultasi/1165
dari Kumparan
batas awal masuk waktu sholat Ashar ialah menjelang sore hari, saat bayang-bayang suatu benda sedikit melebihi ketinggiannya.
Sumber :
Sebagian besar penjelasan yang kita dapati dari berbagai kalangan baik kalangan umum maupun agama melalui pencarian google menyatakan bahwa awal waktu ashar adalah ketika panjang bayangan benda sama dengan tinggi benda itu sendiri.
Dan dari hadist Nabi pun menyatakan demikian
Jibril mengimami aku di dekat Ka'bah sebanyak dua kali. Beliau shalat Zuhur bersamaku pada saat matahari condong dari tengah langit seukuran tali sandal. Kemudian Ia shalat Ashar bersamaku ketika bayangan setiap benda telah sama dengan panjangnya. Selanjutnya, beliau shalat Maghrib bersamaku saat orang yang berpuasa berbuka. Lalu, beliau shalat Isya bersamaku ketika cahaya senja telah hilang. Dan beliau shalat Subuh bersamaku ketika makanan dan minuman diharamkan bagi orang yang berpuasa. Pada hari berikutnya, beliau shalat Zuhur bersamaku ketika bayangan setiap benda telah sama dengan panjangnya. Kemudian, beliau salat Asar bersamaku ketika bayangan setiap benda dua kali lipat panjangnya. Selanjutnya, beliau shalat Maghrib bersamaku pada waktu orang yang berpuasa berbuka. Lalu, beliau shalat Isya bersamaku setelah sepertiga malam berlalu. Dan beliau shalat Subuh bersamaku ketika waktu telah terang. Kemudian beliau menoleh kepadaku dan berkata: 'Wahai Muhammad, waktu (salat) berada di antara dua waktu ini. Inilah waktumu dan waktu para nabi sebelum engkau. (HR. Ibnu Huzaimah)
Artinya yang kita tangkap secara sepintas dari penjelasan-penjelasan di atas adalah seperti gambar di bawah ini.
Keterangan
A = Tinggi benda
B = Panjang bayangan waktu dzuhur (Terjadi karena jarak zenith dengan titik pusat matahari saat kulminasi)
C = Pertambahan panjang bayangan yang sama dengan tinggi benda
B + C adalah panjang bayangan penanda awal waktu ashar
D = Panjang bayangan sama dengan tinggi benda (Bukan awal waktu shalat ashar jika B tidak sama dengan nol)
"Saat adzan dzuhur berkumandang perhatikan bayangan tubuh anda, anggap tinggi badan anda 170 cm. Adzan ashar akan berkumandang ketika bayangan anda bertambah sebesar 170 cm, bukan menjadi 170 cm, silakan dibuktikan."
Sampai di sini mudah-mudahan cukup jelas pemaparan dari penulis.
Untuk membuktikan apa yang penulis sampaikan di sini, penulis telah melakukan observasi sederhana (bukan observasi ilmiah yang mengunakan kaidah-kaidah ilmiah) pada tanggal 8 Juni 2025 di kota Depok, alhamdulillah saat itu langit sedang cerah jadi bayangan benda bisa diukur.
Penulis meletakkan sebuah tripod di tempat yang terkena sinar matahari setinggi satu meter (100 cm) dan mengukur bayangannya pada waktu-waktu tertentu serta membandingkannya dengan hasil perhitungan secara astronomi.
1. Saat adzan dzuhur berkumandang (Jam 11.56 WIB)
✨ Tentang Penulis ✨
Di balik angka, teori, dan bintang-bintang, selalu ada manusia yang mencari makna. Siapakah dia?
Baca biografinya...
Daftar Link yang menjadikan blog FISIKA DI SEKITAR KITA sebagai sumber
Mohon Dimengerti
Penulis tidak bertanggung jawab atas segala isi hasil copas yang dipublikasikan tersebut. Karena bisa saja Penulis baru menyadari ada kekeliruan dalam artikel dan merevisinya, untuk itu mohon komunikasinya.
Terima kasih atas pengertiannya.
Postingan Populer
-
Sahabat Fisika, mari kita belajar mengenal jenis bayangan umbra dan penumbra dan sekaligus kita belajar sudut maksimum antar berkas cahaya ...
-
Sedikit demi sedikit saya mulai bisa menarik kesimpulan dari cara pembuat video datar mempengaruhi penontonnya. Tapi mohon maaf ini hany...
-
Komunitas bumi datar adalah komunitas yang tidak mempercayai bahwa bumi itu bulat. Dan untuk menguatkan pendapatnya mereka mengingkari adan...
-
Saat ini sedang ramai diskusi tentang bumi bulat atau datar di dunia maya. Sudah banyak tulisan yang membantah ataupun yang mendukung bumi...
-
Teman saya ada yang nitip pertanyaan mungkin maksudnya seperti ini “Saat ditatap mata, lengkungan bumi tidak terlihat? Berapak...
-
Secara definisi gaya adalah segala interaksi yang dapat menyebabkan perubahan gerak benda baik arah maupun kecepatannnya. Di jagat raya ini...
-
Berikut ini adalah artikel bantahan teori bumi datar yang membahas antara lain; bukti empiris gravitasi, bukti empiris rotasi bumi, bukti...
-
Saya tertarik untuk kembali menjelaskan penyebab mengapa kita tidak pernah melihat horizon yang melengkung dari bibir pantai. Saya tertari...
-
Pengantar Bukti gravitasi atau bukti empiris gravitasi sudah pernah saya posting pada seri ke-24 Bukti Empiris Gravitasi . Saya ingi...
-
Sahabat Fisika, ternyata masih banyak di antara kita yang salah mengerti tentang penyebab terjadinya fase-fase bulan. Banyak yang men...