Minggu, 10 Agustus 2025

Kajian Ilmiah - Perpindahan Panas: Radiasi, Konduksi, dan Konveksi

 


Perpindahan Panas: Radiasi, Konduksi, dan Konveksi

Kita tentu sudah tahu bahwa panas dapat menghasilkan cahaya.
Kalau belum percaya, coba perhatikan panggangan roti di dapur yang membara, kompor listrik yang sedang digunakan untuk memasak, atau lampu pijar yang menyala di langit-langit rumah.
Nah, sekarang pasti percaya, bukan?

Namun, ada satu hal lagi yang mungkin jarang kita sadari: setiap benda di alam semesta ini memancarkan gelombang elektromagnetik, termasuk tubuh kita sendiri.

Mengapa semua benda memancarkan gelombang elektromagnetik?

Setiap benda pasti memiliki suhu (panas), dan panas adalah energi. Segala sesuatu yang memiliki panas cenderung berusaha menurunkan suhunya (ingat: proses spontan).
Salah satu cara sebuah benda menurunkan panasnya adalah dengan memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik.

Sifat gelombang elektromagnetik adalah tidak memerlukan media atau perantara untuk merambat. Karena itu, panas bisa berpindah secara radiasi bahkan melalui ruang hampa, seperti cahaya matahari yang mencapai bumi setelah menempuh jarak jutaan kilometer di ruang angkasa.

Pada suhu tertentu, radiasi yang dihasilkan sebuah benda masuk ke dalam spektrum cahaya tampak (merah–violet). Inilah sebabnya benda dapat terlihat membara.
Catatan: membara tidak sama dengan terbakar, meskipun keduanya sama-sama membuat ruangan menjadi terang—perbedaannya akan dibahas pada kesempatan lain.

Bagaimana dengan tubuh kita?
Tubuh manusia juga memancarkan radiasi elektromagnetik, tetapi pada spektrum infra merah. Karena itu, walaupun dalam keadaan gelap gulita, kamera infra merah dapat mendeteksi keberadaan tubuh kita.

Radiasi hanyalah salah satu dari tiga cara panas berpindah. Dua cara lainnya adalah konduksi dan konveksi.


1. Perpindahan Panas Secara Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas melalui zat padat tanpa perpindahan massa.
Panas mengalir secara spontan dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah, tanpa memedulikan ukuran benda tersebut. (Ukuran benda hanya memengaruhi jumlah total panas yang dikandungnya.)

Contoh:
Bayangkan kita memegang sendok untuk mengaduk kopi panas. Beberapa saat setelah ujung sendok tercelup ke dalam kopi, ujung sendok yang kita pegang ikut terasa panas—padahal tidak menyentuh kopi sama sekali.

Proses ini terjadi karena molekul air kopi yang lebih panas bergerak lebih cepat dan menumbuk molekul-molekul logam sendok pada bagian yang tercelup. Molekul-molekul logam itu kemudian menumbuk molekul logam di dekatnya, dan seterusnya, hingga seluruh molekul pada sendok mencapai suhu yang hampir merata.

(Ingat: suhu suatu benda berhubungan langsung dengan tingkat energi gerak atau “kebrutalan” gerakan molekul-molekulnya.)


2. Perpindahan Panas Secara Konveksi

Konveksi umumnya terjadi pada zat cair dan gas—media yang molekulnya dapat bergerak relatif bebas. Pada zat padat, konveksi sulit terjadi.

Contoh:
Saat kita merebus air, lapisan molekul air yang berada tepat di atas permukaan panci bagian bawah akan lebih dulu menerima panas. Karena lebih panas daripada lapisan di atasnya, molekul-molekul ini menjadi lebih ringan dan bergerak naik. Posisi yang ditinggalkan akan diisi oleh lapisan molekul di atasnya yang suhunya lebih rendah. Proses ini berulang terus menerus hingga seluruh air dalam panci mencapai suhu yang relatif merata.


3. Perpindahan Panas Secara Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas melalui gelombang elektromagnetik, tanpa memerlukan media perantara.
Contoh paling mudah adalah panas matahari yang sampai ke bumi melalui ruang hampa.


Catatan:

  • Gelombang adalah energi yang merambat.

  • Gelombang elektromagnetik adalah gelombang transversal yang memiliki dua komponen getaran: medan listrik (elektro) dan medan magnet, yang saling tegak lurus satu sama lain dan terhadap arah rambat gelombang.

Sabtu, 09 Agustus 2025

Kajian Ilmiah - Penyebab Perbedaan Penetapan Hari-Hari Besar Islam di Indonesia


Perbedaan penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha di Indonesia hampir selalu mengundang diskusi setiap tahunnya. Dua faktor utama yang memicu perbedaan ini adalah metode penentuan awal bulan Qamariah dan kriteria keberadaan hilal.


1. Metode Hisab dan Rukyat

a. Hisab

Hisab adalah metode perhitungan astronomi untuk menentukan posisi bulan dan matahari secara matematis. Dengan hisab, awal bulan bisa diprediksi jauh-jauh hari bahkan bertahun-tahun sebelumnya.

  • Kelebihan: Akurat secara perhitungan, tidak tergantung cuaca, dan praktis untuk penjadwalan.

  • Kekurangan: Tidak melibatkan observasi langsung, sehingga kadang berbeda dengan kenyataan di lapangan jika terjadi anomali cuaca atau pandangan.

b. Rukyat

Rukyat adalah pengamatan langsung terhadap hilal (bulan sabit pertama) setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan berjalan. Jika hilal terlihat, maka malam itu sudah masuk awal bulan baru.

  • Kelebihan: Mengikuti praktik Nabi Muhammad ﷺ dan generasi sahabat.

  • Kekurangan: Bergantung pada kondisi cuaca, alat, dan lokasi pengamatan.


2. Imkan Rukyat

Imkan rukyat berarti kemungkinan terlihatnya hilal menurut perhitungan astronomi.

  • Ini adalah gabungan antara hisab dan rukyat.

  • Data hisab digunakan untuk memperkirakan apakah hilal mungkin terlihat. Jika secara hisab hilal berada di ketinggian tertentu dan dengan elongasi (jarak sudut dari matahari) yang memadai, maka peluang terlihat besar.

  • Di Indonesia, kriteria imkan rukyat yang sering digunakan adalah tinggi hilal minimal 3° dan elongasi minimal 6,4°.


3. Kriteria Wujudul Hilal vs. Rukyatul Hilal

a. Wujudul Hilal

  • Asal kata: wujud berarti "ada".

  • Awal bulan ditetapkan jika menurut hisab, hilal sudah berada di atas ufuk (tinggi positif) saat matahari terbenam, walaupun sangat tipis atau tidak mungkin terlihat.

  • Digunakan oleh Muhammadiyah.

  • Contoh: Jika tinggi hilal 0,5°, secara hisab dianggap sudah ada, sehingga bulan baru dimulai.

b. Rukyatul Hilal

  • Awal bulan ditetapkan jika hilal terlihat secara nyata (baik dengan mata telanjang atau teleskop), atau menurut imkan rukyat sangat mungkin terlihat.

  • Digunakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan pemerintah.

  • Jika hilal belum terlihat atau belum memenuhi kriteria imkan rukyat, bulan berjalan digenapkan menjadi 30 hari.

4. Upaya Mengompromikan Keduanya

Perbedaan ini bisa diperkecil dengan beberapa langkah:

  1. Standarisasi Kriteria Astronomi
    Menyepakati batas minimal ketinggian dan elongasi hilal yang ilmiah dan realistis.

  2. Menggunakan Data Hisab untuk Efisiensi
    Hisab digunakan untuk menentukan potensi rukyat dan memfokuskan titik pengamatan.

  3. Sidang Isbat yang Inklusif
    Menghadirkan semua ormas Islam, ahli falak, dan astronom untuk menyatukan hasil.

  4. Edukasi Publik
    Masyarakat diberi pemahaman bahwa perbedaan adalah bagian dari ijtihad dan tidak mengurangi nilai ibadah.

Saran

  • Pemerintah dan ormas Islam perlu terus berkomunikasi secara terbuka mengenai metode dan kriteria yang digunakan.

  • Perlu riset bersama untuk menetapkan kriteria imkan rukyat yang dapat diterima semua pihak.

  • Masyarakat diharapkan lebih fokus pada substansi ibadah daripada perbedaan teknis penentuan tanggal.

Kesimpulan

Perbedaan penetapan hari besar Islam di Indonesia terutama disebabkan oleh perbedaan metode hisab dan rukyat serta perbedaan kriteria penentuan hilal (wujudul hilal dan rukyatul hilal).
Dengan dialog ilmiah, standardisasi kriteria, dan keterbukaan informasi, perbedaan ini bisa diminimalkan. Namun, selama perbedaan ijtihad masih ada, sikap saling menghormati menjadi kunci persatuan umat.

Kajian Ilmiah - Menentukan Masuknya Waktu Dzuhur dengan Bayangan Matahari


Pendahuluan

Mungkin kita sering mendengar ceramah atau membaca penjelasan bahwa waktu Dzuhur dimulai ketika matahari mulai condong ke barat. Tapi, tahukah Anda di mana garis pembatas antara timur dan barat tepat di atas kepala Anda? Jika belum tahu, ada kemungkinan Anda keliru menetapkan waktu Dzuhur hanya dengan melihat bayangan matahari. Garis itu, yang dalam istilah astronomi disebut garis meridian atau garis utara-selatan sejati, dapat membantu kita menentukan waktu Dzuhur dengan tepat.

Menentukan waktu shalat Dzuhur sebenarnya tidak selalu memerlukan jam atau aplikasi modern. Dengan memanfaatkan posisi matahari dan bayangan benda, kita bisa mengetahui kapan Dzuhur telah masuk—sebagaimana cara yang telah digunakan sejak zaman dahulu oleh para ulama falak dan masyarakat tradisional.

Langkah-langkah

  1. Menentukan Arah Utara Sejati (Garis Meridian)

    • Pilih benda yang berdiri tegak lurus, seperti tongkat atau tiang.

    • Saat adzan Dzuhur berkumandang di hari yang cerah, amati bayangan benda tersebut.

    • Tandai bayangan itu dengan garis lurus pada tanah. Garis ini adalah garis Utara-Selatan sejati atau Meridian di lokasi Anda.

              Seperti yang sudah saya lakukan di bawah ini



Gambar 1 Bayangan dari Tripod



Gambar 2 Utara Selatan Sejati

  1. Mengamati Bayangan untuk Mengetahui Waktu Dzuhur

    • Setiap hari, perhatikan bayangan benda yang sama.

    • Jika bayangan benda tepat berhimpit dengan garis yang telah ditandai, berarti matahari sedang berada di posisi kulminasi (titik tertinggi di langit), dan waktu Dzuhur telah masuk.

    • Setelah posisi ini, bayangan akan beralih arah (dari barat menuju timur), menandakan Dzuhur sudah berjalan.


Saran

  • Gunakan tongkat atau benda tegak lurus dengan permukaan tanah yang rata agar hasilnya akurat.

  • Tandai garis Utara-Selatan pada hari yang cerah dan tidak berawan.

  • Uji metode ini beberapa hari berturut-turut untuk memastikan keakuratan tanda garis.

  • Perhatikan bahwa di sebagian wilayah, waktu Dzuhur bisa dimajukan atau diundur sedikit sesuai penentuan resmi Kementerian Agama atau jadwal hisab.


Kesimpulan

Menentukan masuknya waktu Dzuhur dengan bayangan matahari adalah metode sederhana, ilmiah, dan dapat dilakukan tanpa alat modern. Dengan menentukan garis Meridian sejati saat Dzuhur, kita dapat mengetahui setiap hari kapan matahari berada di puncak tertingginya. Metode ini tidak hanya membantu ibadah, tetapi juga mengajarkan kita keterkaitan antara fenomena alam dan penentuan waktu shalat sebagaimana dipraktikkan sejak zaman Rasulullah ﷺ.


Wallahu a'lam

Depok, 9 Agustus 2025

Kajian Ilmiah - Tantangan Kalender Hijriyah Global Tunggal

 


Sulitnya Menerapkan Kalender Hijriyah Global Tunggal: Antara KHGT dan Ru’yatul Hilal

Pendahuluan

Kalender Hijriyah digunakan umat Islam di seluruh dunia untuk menentukan waktu ibadah, terutama penentuan awal bulan seperti Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Namun, hingga saat ini belum ada satu sistem kalender Hijriyah global yang disepakati seluruh dunia. Salah satu gagasan yang muncul adalah Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT), yang menggunakan metode hisab modern. Sayangnya, penerapan KHGT menemui kendala besar, terutama karena masih banyaknya penganut metode ru’yatul hilal (observasi bulan sabit pertama) yang belum terakomodasi secara penuh.


1. Apa Itu Hisab

Hisab adalah metode perhitungan posisi benda langit secara matematis dan astronomis untuk menentukan awal bulan. Dalam konteks kalender Hijriyah, hisab digunakan untuk memperkirakan kapan bulan baru (hilal) pertama kali muncul setelah ijtimak (konjungsi). Metode hisab ini dianggap objektif karena berbasis data astronomi yang presisi, sehingga tanggal awal bulan dapat ditentukan jauh hari sebelumnya.


2. Ru’yatul Hilal

Ru’yatul hilal adalah metode penentuan awal bulan dengan cara mengamati langsung bulan sabit pertama setelah matahari terbenam. Metode ini telah dipraktikkan sejak masa Rasulullah ﷺ, dan di banyak negara Muslim masih menjadi rujukan utama. Kelemahannya, hasil rukyat bisa berbeda-beda tergantung cuaca, lokasi, dan kemampuan pengamat. Namun, bagi sebagian ulama dan umat, ru’yatul hilal dianggap sebagai bentuk ittiba’ (mengikuti) sunnah secara langsung.


3. Imkanur Ru’yat

Imkanur ru’yat adalah kriteria kemungkinan terlihatnya hilal, yang menggabungkan aspek hisab dan rukyat. Para ahli astronomi menentukan batas minimal tinggi bulan dan jarak sudut bulan–matahari agar hilal dapat terlihat secara realistis. Misalnya, kriteria MABIMS menetapkan tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat. Dengan kriteria ini, hilal yang secara astronomis mustahil terlihat tidak akan dijadikan patokan awal bulan.


4. Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT)

KHGT adalah upaya menyatukan kalender Hijriyah di seluruh dunia, sehingga awal bulan sama secara internasional. Prinsipnya adalah:

  • Awal bulan ditentukan berdasarkan hisab global.

  • Jika hilal memenuhi kriteria tertentu di salah satu wilayah di dunia, maka seluruh dunia memulai bulan baru pada hari yang sama.

Dengan KHGT, tidak akan ada lagi perbedaan awal Ramadan atau Idulfitri antarnegara. Namun, penerapannya menuntut semua pihak meninggalkan rukyat sebagai metode utama, atau minimal menerima hisab sebagai dasar keputusan global.


5. Sulitnya Mempertemukan KHGT dengan Ru’yatul Hilal

Inilah tantangan terbesar KHGT. Banyak negara, termasuk Indonesia, masih mempertahankan rukyat sebagai validasi akhir. Beberapa alasan mengapa sulit mempertemukan KHGT dengan rukyat:

  1. Perbedaan pandangan fikih – Sebagian ulama berpegang pada hadis yang menekankan “berpuasalah karena melihat hilal”, sehingga hisab semata dianggap tidak cukup.

  2. Kedaulatan dan tradisi lokal – Penentuan awal bulan dianggap bagian dari kedaulatan agama negara masing-masing.

  3. Kondisi geografis – Hilal yang terlihat di satu belahan bumi belum tentu terlihat di wilayah lain.

  4. Kriteria imkanur ru’yat yang berbeda – Setiap negara atau organisasi memiliki kriteria sendiri, sehingga hisab global sulit diharmonisasikan.

Akibatnya, walaupun KHGT menawarkan keseragaman, penerimaan global terhambat oleh keberagaman metode dan pandangan.


Saran

  • Dialog lintas mazhab dan negara – Ulama, astronom, dan pemerintah perlu duduk bersama membahas titik temu antara hisab dan rukyat.

  • Edukasi masyarakat – Penting untuk memberikan pemahaman ilmiah dan fikih agar umat mengerti manfaat kalender global tanpa mengabaikan prinsip syar’i.

  • Uji coba bertahap – KHGT dapat diterapkan di forum internasional tertentu (misalnya Haji) untuk melihat efektivitasnya sebelum diadopsi penuh.


Kesimpulan

Kalender Hijriyah Global Tunggal adalah gagasan ambisius yang dapat menyatukan penanggalan umat Islam di seluruh dunia. Namun, penerapannya tidak semudah perhitungan astronominya. Perbedaan pandangan fikih, tradisi rukyat, dan kriteria imkanur ru’yat menjadi tantangan utama. Kesatuan kalender memerlukan kesepakatan global, yang hanya mungkin dicapai melalui dialog, kompromi, dan kesadaran bersama akan pentingnya persatuan umat dalam penentuan waktu ibadah.

Sabtu, 02 Agustus 2025

Kajian ilmiah - Konsep Proses Spontan Berdasarkan Energi dan Entropi

 


Abstrak

Proses spontan merupakan fenomena alam yang terjadi tanpa intervensi eksternal, ditentukan oleh hubungan antara energi dan entropi suatu sistem. Artikel ini membahas konsep dasar proses spontan dalam perspektif termodinamika, yang meliputi kecenderungan sistem menuju energi minimum dan entropi maksimum. Berdasarkan hukum kedua termodinamika, suatu proses dikatakan spontan jika disertai penurunan energi bebas atau peningkatan entropi. Proses-proses alam seperti aliran air dari tempat tinggi ke tempat rendah dan pelarutan gula dalam air merupakan contoh nyata keseimbangan energi dan entropi yang mendukung kespontanan. Artikel ini juga membahas kondisi di mana proses non-spontan dapat berlangsung melalui intervensi eksternal, serta skenario di mana proses spontan dapat menaikkan energi atau menurunkan entropi asalkan perubahan tersebut diimbangi oleh variabel lain. Dengan demikian, penentuan sifat spontan atau tidaknya suatu proses didasarkan pada kesetimbangan energi dan entropi yang terjadi pada sistem.

Kata kunci: Proses spontan, energi, entropi, termodinamika, kesetimbangan


Proses Spontan: Antara Energi, Entropi, dan Analogi Kehidupan

Dulu, sewaktu SMA, salah satu kenangan yang paling membekas adalah rasa penasaran bercampur bingung setiap kali mendengar istilah energikekacauan (entropi), dan proses spontan. Saya sering merasa panas dingin ketika guru kimia bertanya, “Demo mahasiswa itu proses spontan atau tidak?”

Saat itu, saya tidak mampu menjawab—begitu juga teman-teman sekelas. Akhirnya, pertanyaan itu berubah menjadi PR. Saya mencari jawaban di berbagai literatur kimia, mencoba memahami apakah ada “rumus” yang dapat menjelaskan demo mahasiswa sebagai proses spontan atau tidak. Dari sana, saya mulai belajar memahami apa sebenarnya proses spontan itu, dan bagaimana kaitannya dengan energi dan entropi.

Saya kemudian menyadari bahwa demo mahasiswa bisa dikatakan spontan atau tidak spontan bergantung pada keseimbangan energi dan entropi. Manusia telah menemukan suatu hukum alam—hukum Allah—yang menjelaskan hal ini:

  1. Suatu sistem cenderung mencapai tingkat energi yang serendah mungkin (energi berkurang).

  2. Suatu sistem cenderung meningkatkan tingkat ketidakteraturan atau kekacauannya (entropi bertambah).

Kedua kaidah inilah yang menjadi dasar apakah suatu proses dapat berlangsung secara spontan.

Sebagai analogi, ketika nurani mahasiswa tidak bisa menerima keadaan, mereka memiliki “kelebihan energi”. Saat energi itu disalurkan melalui aksi demonstrasi, proses tersebut dapat dikatakan spontan. Begitu pula, ketika mereka meninggalkan pola keteraturan kampus dan turun ke jalan tanpa arsitek atau jalur komando yang terstruktur, hal ini juga dapat dianggap sebagai bentuk proses spontan.

Secara ilmiah, proses spontan adalah proses yang terjadi dengan sendirinya secara alami, di mana suatu sistem akan menurunkan tingkat energi semaksimal mungkin atau meningkatkan tingkat kekacauan (entropi) sebisanya. Dalam reaksi kimia, reaksi bersifat spontan jika:

  1. Energi tidak berubah, tetapi entropinya positif (kekacauan meningkat setelah reaksi).

  2. Entropi tidak berubah, tetapi energinya negatif (energi berkurang setelah reaksi).

  3. Energi berkurang dan entropinya bertambah.

Contoh proses spontan dalam kehidupan sehari-hari antara lain:

  • Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah (karena energi potensial air di atas lebih tinggi daripada di bawah).

  • Gula larut dalam air (struktur kristal gula yang teratur menjadi lebih tidak teratur dalam larutan).

Namun, apakah entropi dapat bergerak ke arah negatif—artinya suatu sistem menjadi lebih teratur? Atau apakah energi sistem dapat meningkat?

Jawabannya: bisa, tetapi memerlukan campur tangan pihak ketiga, sehingga prosesnya tidak lagi bersifat spontan. Misalnya, air dapat bergerak dari bawah ke atas dengan bantuan pompa, atau larutan gula dapat dipisahkan kembali melalui proses penguapan.

Demikian pula, apakah proses spontan bisa menaikkan energi atau menurunkan entropi? Jawabannya: bisa saja. Proses spontan dapat menaikkan energi asalkan disertai peningkatan entropi yang cukup besar untuk mengimbangi kenaikan energi tersebut. Begitu juga sebaliknya, proses spontan dapat menurunkan entropi jika diimbangi oleh penurunan energi yang sesuai.

Kesimpulannya, sifat spontan atau tidaknya suatu proses ditentukan oleh keseimbangan antara energi dan entropi.



Kajian Ilmiah - Hukum Kelembaman

 

Pendahuluan

Gerak benda merupakan salah satu topik penting dalam fisika. Salah satu hukum dasar yang menjelaskan perilaku gerak benda adalah Hukum Newton 1 atau Hukum Kelembaman. Hukum ini pertama kali dikemukakan oleh Sir Isaac Newton pada abad ke-17. Inti dari hukum ini adalah bahwa benda akan tetap mempertahankan keadaan diam atau bergerak lurus beraturan, kecuali ada gaya luar yang bekerja padanya.


Pembahasan

1. Bunyi Hukum Newton 1

Hukum Newton 1 menyatakan:

“Suatu benda akan tetap berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan jika tidak ada gaya luar yang bekerja padanya.”

Artinya:

  • Benda diam akan tetap diam.

  • Benda yang bergerak lurus dengan kecepatan tetap akan tetap bergerak seperti itu.

  • Perubahan gerak (mempercepat, memperlambat, atau berbelok) hanya terjadi jika ada gaya dari luar.

Sifat benda yang mempertahankan keadaannya ini disebut kelembaman (inertia). Besarnya kelembaman berbanding lurus dengan massa benda—semakin besar massa, semakin sulit digerakkan atau dihentikan.


2. Contoh Hukum Newton 1 dalam Kehidupan Sehari-hari

a. Penumpang di dalam kendaraan
Ketika mobil direm mendadak, tubuh penumpang terdorong ke depan. Sebaliknya, ketika mobil dipercepat tiba-tiba, tubuh terdorong ke belakang. Ini terjadi karena tubuh berusaha mempertahankan keadaan geraknya.

b. Koin di atas kertas
Koin diletakkan di atas kertas kemudian kertas ditarik cepat. Koin tetap di tempat karena mempertahankan posisi diamnya.

c. Bola di permukaan datar
Bola yang digelindingkan di permukaan licin akan terus bergerak lurus. Jika berhenti, itu karena adanya gaya gesekan yang melawan geraknya.

d. Barang di atas mobil
Barang di atap mobil akan tetap diam saat mobil diam. Jika mobil tiba-tiba bergerak, barang dapat tergelincir karena mempertahankan keadaan diamnya.

e. Debu di karpet
Debu beterbangan saat karpet dipukul karena debu mempertahankan keadaan diam ketika karpet tiba-tiba bergerak.


Kesimpulan

Hukum Newton 1 menjelaskan bahwa benda cenderung mempertahankan keadaan diam atau bergerak lurus beraturan kecuali ada gaya luar yang mempengaruhinya. Fenomena ini dikenal sebagai kelembaman. Pemahaman tentang hukum ini membantu kita memahami berbagai peristiwa sehari-hari, mulai dari keselamatan berkendara hingga perilaku benda di sekitar kita.



Kajian Ilmiah - Paralaks Bintang Bukti Bumi Tidak Diam di Tempat

 


Paralaks Bintang (Stellar Parallax)

Paralaks bintang (stellar parallax) adalah perubahan sudut yang tampak antara bintang dekat dan bintang jauh ketika diamati dari Bumi, akibat posisi Bumi yang berubah sepanjang orbitnya mengelilingi Matahari.

Konsep ini mirip dengan fenomena yang terjadi saat kita melihat dua objek dari posisi yang berbeda: objek yang lebih dekat akan tampak bergeser relatif terhadap objek yang lebih jauh.


Percobaan Sederhana: Memahami Paralaks

Untuk memahami paralaks, coba lakukan percobaan berikut:

  1. Letakkan jari telunjuk sekitar 10 cm di depan wajah.

  2. Pandanglah pemandangan di depan sebagai latar belakang (misalnya pohon atau tiang listrik).

  3. Tutup mata kiri, perhatikan posisi jari telunjuk terhadap objek di latar belakang.

  4. Tukar, buka mata kiri dan tutup mata kanan, perhatikan kembali posisi jari telunjuk terhadap latar belakang.

Akan terlihat perbedaan posisi jari terhadap objek latar belakang. Perbedaan inilah yang menggambarkan prinsip paralaks.


Paralaks Bintang dan Revolusi Bumi

Bumi bergerak mengelilingi Matahari dalam lintasan elips. Posisi Bumi yang bergeser dari sisi kiri ke sisi kanan Matahari sepanjang revolusi menyebabkan sudut pandang kita terhadap bintang-bintang juga berubah.

Paralaks hanya dapat diamati pada bintang-bintang yang relatif dekat. Sudut paralaks yang dihasilkan sangat kecil karena jarak bintang yang sangat jauh dari Bumi. Semakin jauh jarak bintang, semakin kecil sudut paralaksnya.


Pengukuran Paralaks Bintang

Untuk mengukur sudut paralaks suatu bintang, observasi dilakukan dua kali dalam selang waktu sekitar enam bulan—saat Bumi berada di posisi yang berlawanan dalam orbitnya. Pengukuran pada kedua posisi ini memaksimalkan pergeseran sudut yang tampak.

Orang pertama yang berhasil mengukur sudut paralaks bintang adalah Friedrich Wilhelm Bessel pada tahun 1838. Menggunakan instrumen yang disebut heliometer, Bessel mengukur paralaks bintang 61 Cygni sebesar 0,28 detik busur, yang setara dengan jarak sekitar 3,57 parsec.

Seiring perkembangan teknologi, semakin banyak bintang yang berhasil diukur sudut paralaksnya. Misalnya, bintang Alpha Centauri, bintang terdekat dari Bumi (selain Matahari), memiliki sudut paralaks sebesar 0,77 detik busur. Kini, ratusan bahkan ribuan bintang telah diketahui sudut paralaksnya, yang memungkinkan penentuan jarak mereka dengan akurasi tinggi.


Paralaks Sebagai Bukti Gerak Bumi

Adanya paralaks bintang menjadi bukti empiris bahwa Bumi berpindah posisi dalam ruang, tidak diam di tempat. Bukti ini mendukung model heliosentris (Bumi mengelilingi Matahari) dan sekaligus membantah teori geosentris yang menyatakan Bumi sebagai pusat alam semesta.



Kajian Ilmiah - Memahami Panas dan Temperatur

 


Memahami Panas dan Temperatur : Apa Bedanya?

Bisakah Satu Atom Memiliki Temperatur?

Bayangkan kita mengambil satu atom besi atau satu molekul air. Apakah kita bisa mengukur temperaturnya? Anggap saja kita memiliki alat ukur yang sangat canggih, bahkan lebih canggih daripada mikroskop elektron.

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus memahami dulu apa itu temperatur atau suhu.


Apa Itu Temperatur?

Secara sederhana, temperatur adalah ukuran rata-rata energi kinetik partikel-partikel penyusun suatu zat. Dalam bahasa populer, kita bisa membayangkannya sebagai tingkat kelincahan rata-rata partikel-partikel tersebut.

Di dalam sepotong besi, atom-atomnya tidak duduk diam. Mereka terus bergetar, bergerak, saling mendorong, berdesakan, bahkan saling bertumbukan ke segala arah.

  • Semakin tinggi kelincahan (energi kinetik rata-rata) atom-atom, semakin tinggi temperaturnya.

  • Semakin rendah kelincahan atom-atom, semakin rendah temperaturnya.

Dari sini, dapat kita pahami: satu atom besi tidak memiliki temperatur. Temperatur adalah besaran rata-rata dari banyak partikel. Jadi, kita hanya bisa mendefinisikan temperatur untuk sekumpulan atom atau molekul, bukan untuk satu partikel tunggal.


Skala Temperatur

Untuk memudahkan pengukuran, para ilmuwan membuat skala temperatur:

  • Skala Celcius (°C): Ditetapkan 0 °C pada saat es melebur, dan 100 °C pada saat air mendidih pada tekanan 1 atm.

  • Skala Kelvin (K): Ditetapkan 0 K pada saat semua gerak molekul berhenti (temperatur nol mutlak). Skala Kelvin tidak memiliki bilangan negatif.

  • Skala Fahrenheit (°F) dan Reamur (°R): Juga digunakan, tetapi lebih jarang di dunia ilmiah modern.

Semua skala temperatur ini dapat dikonversi satu sama lain melalui persamaan konversi yang sudah baku.


Apakah Panas Sama dengan Temperatur?

Di rumah, termometer badan biasanya menunjukkan angka dalam skala Celcius. Namun, sering kali kita mengatakan “mengukur panas badan”. Ini adalah kebiasaan bahasa yang keliru. Yang diukur termometer adalah temperatur, bukan panas.

Dalam fisika:

  • Temperatur adalah ukuran rata-rata energi kinetik partikel-partikel dalam zat.

  • Panas (kalor) adalah energi yang berpindah dari satu benda ke benda lain akibat perbedaan temperatur. Panas juga bergantung pada jumlah partikel dalam benda tersebut.


Hubungan Panas dan Temperatur

Panas dan temperatur saling berkaitan, tetapi tidak sama.

  1. Jika jumlah partikel tetap, semakin tinggi temperatur → semakin besar energi panas yang tersimpan.

    • Contoh: Sepotong besi membara lebih panas dibanding saat dingin.

  2. Jika temperatur sama tetapi jumlah partikel berbeda, panasnya berbeda.

    • Contoh: Satu ember air dan satu gelas air pada temperatur sama memiliki panas berbeda. Air seember mengandung lebih banyak energi panas karena jumlah partikel lebih banyak.

Secara ilmiah, hubungan panas dan temperatur dinyatakan dalam rumus:

                                                      QNk⋅T 

di mana:

  •  = energi panas

  •  = jumlah partikel

  •  = konstanta Boltzmann

  •  = temperatur absolut (Kelvin)


Kesimpulan

  • Temperatur adalah ukuran rata-rata energi kinetik partikel.

  • Panas adalah energi yang berpindah akibat perbedaan temperatur, bergantung pada jumlah partikel dan temperatur.

  • Satu atom tidak memiliki temperatur, karena temperatur adalah konsep yang berlaku untuk kumpulan besar partikel.


Kajian Ilmiah - Mengapa Cahaya Matahari Terasa Panas?

 

Mengapa Cahaya Matahari Terasa Panas?

Cahaya matahari maupun cahaya dari sumber lain pada dasarnya tidaklah panas. Cahaya bukanlah panas. Cahaya tampak merupakan gelombang elektromagnetik dengan rentang panjang gelombang dari merah hingga violet. Memang benar cahaya membawa energi, tetapi energi tersebut bukan dalam bentuk panas, melainkan dalam bentuk energi gelombang elektromagnetik.

Panas sendiri didefinisikan sebagai tingkat kelincahan molekul-molekul dalam suatu sistem. Semakin tinggi temperatur suatu sistem, semakin lincah pergerakan molekul-molekulnya.


Mengapa Kita Merasakan Panas di Bawah Sinar Matahari?

Untuk memahami ini, bayangkan sebuah bola tenis yang dilemparkan ke dinding. Bola tenis membawa energi kinetik. Ketika bola menghantam dinding, sebagian energi tersebut diserap oleh molekul-molekul dinding. Molekul yang menerima energi tambahan ini bergerak lebih lincah, sehingga suhu (temperatur) dinding yang terkena hantaman bola meningkat.

Fenomena serupa terjadi ketika cahaya mengenai suatu objek. Energi cahaya yang datang sebagian akan diserap oleh molekul-molekul permukaan benda. Molekul yang menyerap energi ini menjadi lebih aktif bergerak, sehingga temperatur benda naik.

Tubuh manusia yang berada di bawah terik matahari juga mengalami hal serupa. Kulit menyerap energi cahaya matahari, sehingga temperatur kulit meningkat, dan kita merasakan sensasi panas.


Bagaimana Jika Cahaya Dipantulkan?

Jika tubuh atau suatu permukaan dapat memantulkan 100% cahaya matahari yang mengenainya, maka hampir tidak ada energi cahaya yang diserap. Dalam kondisi ideal ini, kita tidak akan merasakan panas dari sinar matahari.


Catatan Mengenai Panas dan Temperatur

Dalam penjelasan ini, istilah panas digunakan untuk memudahkan pemahaman. Secara ilmiah, panas dan temperatur adalah dua besaran yang berbeda namun saling berkaitan. Panas merujuk pada energi yang berpindah akibat perbedaan temperatur, sedangkan temperatur adalah ukuran tingkat energi kinetik rata-rata partikel dalam suatu sistem. Perbedaan ini akan dibahas lebih rinci pada kesempatan lain.

Sabtu, 14 Juni 2025

Kajian Ilmiah - Penentuan Arah Kiblat dengan Metode Great Circle

 


Halo sahabat Fisika…. Belajar memang mengasyikkan ya…
Kita jadi lebih banyak tahu dan mengerti…..

Kali ini saya akan menjelaskan bagaimana cara menentukan arah kiblat bagi umat muslim di seluruh dunia dengan metode lingkaran besar atau great circle.  Sebenarnya sudah banyak buku, web maupun blog yang menjelaskannya.  Namun siapa tahu penjelasan saya dapat sedikit menambah atau menambal kekurangan penjelasan yang sudah ada.  Saya anggap kita semua sudah mengerti tentang bujur dan lintang pada bola bumi.  

Yang dimaksud lingkaran besar dalam suatu bola adalah lingkaran yang membelah bola menjadi dua bagian yang sama besar. Disebut lingkaran besar karena memang itu adalah lingkaran terbesar yang bisa dibuat di dalam bola.  Perhatikan gambar di bawah ini, lingkaran A, B dan C adalah lingkaran besar, sementara lingkaran D adalah lingkaran kecil.


Pada bola bumi, semua garis bujur dalam satu lingkaran penuh merupakan lingkaran besar misalnya lingkaran C pada gambar.  Garis Equator atau lintang 0 (lingkaran A pada gambar) juga merupakan lingkaran besar.  Sementara lingkaran-lingkaran lintang selain equator adalah lingkaran kecil misalnya lingkaran D.

Menentukan arah atau azimuth pada permukaan bola adalah pengetahuan yang amat penting bagi pelayaran dan penerbangan agar tidak tersesat. Tidak kalah pentingnya dengan penentuan arah kiblat, karena salah satu syarat sahnya shalat adalah menghadap kiblat.  

Penentuan arah kiblat pun pada dasarnya adalah menentukan azimuth Kabah dari suatu tempat di permukaan bumi.  Sudah ada kesepakatan ahli-ahli fikih bahwa arah kiblat bagi suatu tempat adalah jarak terdekat dalam sebuah lingkaran besar yang melalui Kabah dan tempat tersebut.
Mari perhatikan gambar di bawah ini.



Keterangan warna garis
Hijau  : Bola bumi dalam pandangan 3 dimensi
Cyan : Equator Bumi
Merah : Garis dari pusat bumi menuju suatu lokasi di permukaan bumi atau sama dengan jari-jari bumi
Putih : Garis bujur yang melalui kota B. 
Magenta : Garis bujur yang melalui kota A
Kuning : Lingkaran besar yang melalui kota A dan B. Jika A adalah letak Kabah, maka dengan mengambil jarak terdekat sepanjang garis, akan menunjukkan arah kiblat bagi kota B.

Keterangan huruf
A : Letak Kabah (λ = 39° 50’ BT, φ = 21° 25’ LU)
B : Letak suatu kota di permukaan bumi
C : Kutub utara bumi (λ = 0°, φ = 90° LU)
Sudut a : Selisih nilai lintang kutub utara dengan lintang kota B
Sudut b : Selisih nilai lintang kutub utara dengan lintang Kabah (90° - 21°25’ = 68° 35’)
Sudut B : Arah kiblat bagi kota B diukur dari arah utara
Sudut C : Selisih nilai bujur kota B dengan bujur Kabah

Ketentuan besarnya sudut C
Jika λ adalah bujur kota B maka nilai sudut C adalah;
Sudut C =  39° 50’ – λ untuk 0° < λ < 39° 50’ BT 
Sudut C = λ - 39° 50’ untuk 39° 50’ BT <  λ < 180° BT 
Sudut C = λ + 39° 50’ untuk  0° < λ < 140°150’ BB 
Sudut C = 320° 10’ – λ untuk 140° 10’ < λ < 180° BB

Arah kiblat bagi kota B adalah besarnya sudut B yaitu sudut yang dibentuk oleh lingkaran besar yang melalui Kabah dan kota B versus lingkaran besar dari garis bujur yang melalui kota B.
Jarang saya temui web atau blog yang menurunkan rumus untuk mencari sudut B, kebanyakan hanya rumus jadinya. Bahkan di buku referensi yang saya gunakan pun tidak disertakan cara menurunkan rumusnya.  Alhamdulillah saya berusaha sendiri menurunkan rumusnya, silakan digunakan bagi sahabat yang membutuhkannya.




Dalam trigonometri bola berlaku rumus-rumus standar yang sudah baku seperti di bawah ini.
Cos a = cos b cos c + sin a sin b cos A (1)
Cos b = cos a cos c + sin a sin c cos B  (2)
Cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C (3)
Sin A : sin a = sin B : sin b = sin C : sin c  (4)

Sekarang mari kita turunkan rumus untuk mencari sudut B
Ambil persamaan 2 pisahkan cos B
Cos B =(cos b - cos a cos c) :  sin a sin c  (5)
Ambil persamaan 4 pisahkan sin c  dan masukkan ke pers. 5
Sin c =  sin C sin b : sin B (6)
Cos B = (cos b - cos a cos c) sin B : sin a sin b sin C (7)
Cos B : sin B = cotg B = (cos b - cos a cos c) : sin a sin b sin C (8)
Ambil persamaan 3 dan masukkan ke pers 8
Cotg B = (cos b – cos a (cos a cos b + sin a sin b cos C)) :  sin a sin b sin C (9)
Cotg B = (cos b - cosa cos b - cos a sin a sin b cos C) :  sin a sin b sin C (10)
Cotg B = (cos b (1- cosa) -  cos a sin a sin b cos C) : sin a sin b sin C (11)
Cotg B = cos b sina : sin a sin b sin C  -  cos a sin a sin b cos C : sin a sin b sin C (12)
Cotg B = cotg b sin a : sin C – cos a cotg C (13) selesai
Jadi rumus untuk mencari sudut B adalah sebagai berikut

Cotg B = sin a cotg b : sin C – cos a cotg C

Sekarang mari kita coba rumus tersebut untuk kota Jakarta
Letak astronomi Jakarta
Bujur λ = 106° 49’ BT
Lintang φ = -6° 10’ LS (lintang selatan negatif)

Menentukan sudut
Sudut a = 90° - (-6° 10’) = 96° 10’
Sudut b = 68° 35’ (fix)
Sudut C = λ - 39° 50’ = 106° 49’ - 39° 50’ = 66° 59’

Dimasukkan ke dalam rumus
Cotg B = ( sin (96° 10’) cotan (68° 35’) : sin (66° 59’)) – (cos (96° 10’) cotan (66° 59’))
Cotg B = (0.994298 * 0.392999 : 0.920136) – (-0.10663 *0.425587)
Cotg B = 0.470056
Sudut B = 64.85675° (dari utara berlawanan jarum jam)
Sudut B = 295.1433° = 295° 8’ (dari utara searah jarum jam)
Jadi kiblat untuk kota Jakarta adalah 295° 8’
atau arah barat serong ke utara sebesar 25 derajat.

Kota lain
Osaka 135° 40’ BT,  34° 54’ LU, arah kiblat 290°42’
Surabaya 112° 55’ BT 7° 21’ LS, arah kiblat 294°
Jogjakarta 110° 21’ BT 7° 48’ LS, arah  kiblat 294°42’
New York 74° BB  40° 55’ LU, arah kiblat 58°31’
Kairo 31°18’ BT  30° 15’ LU, arah kiblat 137° 02’

Metode lingkaran besar dengan rumus di atas sebenarnya masih memiliki sedikit kekurangan karena jari-jari bumi tidaklah seragam.   Bila ingin lebih akurat kita harus menggunakan metode lain yang memasukan parameter jari-jari bumi sesuai kenyataan di lapangan.  Namun karena perbedaan jari-jari bumi tidaklah begitu berarti bila dibandingkan dengan jari-jari bumi itu sendiri maka metode great circle masih bisa digunakan karena ternyata penyimpangannya sangatlah kecil dan masih masuk dalam toleransi.

Ada satu kekeliruan tentang penentuan arah kiblat.  Banyak yang mengira kita bisa langsung menentukan arah kiblat dengan menarik garis lurus dari tempat tinggal kita ke kota mekkah pada peta yang biasa kita gunakan (peta Mercator). Ini tentunya adalah hal yang keliru. 

Peta Mercator tidak bisa dijadikan acuan untuk menentukan arah kiblat, apalagi jika jaraknya cukup jauh dari kota Mekkah seperti kita yang tinggal di Indonesia.  Karena pada dasarnya peta Mercator dibuat dari bola bumi yang diproyeksikan pada bidang datar sehingga garis lurus (yang cukup jauh) pada peta tidaklah menunjukkan arah sebenarnya. Contohnya kota Osaka letaknya lebih di utara dari pada kota Mekkah, tetapi kiblatnya tetap menghadap barat serong utara. Jika kita menggunakan peta Mercator, arahnya akan ke barat serong selatan.  Jadi arah kiblat yang benar harus tetap mengacu pada peta yang ada di bola bumi (globe).

Membandingkan dengan metode melihat bayangan saat matahari tepat di atas Ka'bah
Cara lain untuk menentukan arah kiblat adalah dengan melihat azimuth matahari atau melihat bayangan benda pada saat matahari tepat berada di atas Kabah. Dalam setahun kejadian tersebut ada dua kali yaitu tanggal 28 Mei jam 12:16 waktu setempat dan tanggal 16 Juli jam 12:26 waktu setempat untuk selain tahun kabisat.  Jika tahun kabisat berarti 1 hari lebih awal.

Untuk membuktikan bahwa metode lingkaran besar yang memodelkan bumi berbentuk bulat adalah benar kita bisa membandingkannya dengan metode melihat azimuth matahari saat tepat berada di atas Kabah.

Hasilnya ternyata konsisten untuk semua lokasi di dunia.  Misalnya saat peristiwa matahari ada di atas Kabah, jika dilihat dari Jakarta, matahari berada di azimuth 295 derajat. Makanya arah kiblat di Jakarta yang benar dan resmi adalah 295 derajat. Ini sesuai dengan cara perhitungan dengan metode lingkaran besar. Untuk sahabat-sahabat yang tinggal di kota lain di seluruh dunia silakan membuktikannya.  

Wallahu 'alam
Semoga Bermanfaat

✨ Tentang Penulis ✨

Di balik angka, teori, dan bintang-bintang, selalu ada manusia yang mencari makna. Siapakah dia?
Baca biografinya...

Mohon Dimengerti

Silakan copas dan publikasi ulang, tapi mohon jangan mengubah alamat-alamat link yang ada di dalam artikel dan mohon cantumkan sumbernya blog FISIKA DI SEKITAR KITA.
Penulis tidak bertanggung jawab atas segala isi hasil copas yang dipublikasikan tersebut. Karena bisa saja Penulis baru menyadari ada kekeliruan dalam artikel dan merevisinya, untuk itu mohon komunikasinya.
Terima kasih atas pengertiannya.

Postingan Populer