Panas dan Dingin: Siapa Lawan Siapa?
“Panas lawannya dingin.” Begitu kata guru bahasa Indonesia dulu. Keduanya memang disebut sebagai kata keadaan yang biasanya dipakai untuk menggambarkan kondisi suatu benda. Misalnya, “kopi di meja masih panas”, “di puncak hawanya dingin”, atau “hatinya sedingin salju.”
Namun, pernahkah kita bertanya: ukuran apa yang dipakai untuk menyebut sesuatu itu panas atau dingin?
Berbeda dengan jauh-dekat yang relatif (jarak A ke B bisa terasa jauh atau dekat tergantung situasi), panas dan dingin tidak sesederhana itu. Kita tidak pernah menyebut air mendidih itu dingin, atau sebongkah es itu panas.
Standar Panas dan Dingin
Ukuran panas atau dingin umumnya didasarkan pada suhu tubuh manusia. Kita tahu bahwa manusia mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 °C. Karena itulah:
Air mendidih pada suhu 100 °C kita anggap panas, sebab suhunya jauh di atas suhu tubuh.
Es bersuhu 0 °C kita anggap dingin, sebab suhunya jauh di bawah suhu tubuh.
Jadi, panas-dingin itu relatif terhadap kita, bukan mutlak. (Mengapa tubuh bisa merasakan panas atau dingin? Ikuti terus seri Fisika di Sekitar Kita).
Apakah Dingin Itu Ada?
Pertanyaan pentingnya: apakah benda yang kita sebut dingin itu berarti tidak punya panas?
Fisika menjawab: tidak ada istilah dingin. Semua benda di alam ini tetap memiliki energi panas, hanya kadarnya berbeda. Bahkan, satu meter kubik es bisa saja menyimpan energi panas lebih besar daripada secangkir kopi yang mengepul.
Maka, ketika kita bicara tentang “melindungi panas”, itu sekaligus berarti juga “melindungi dingin.” Maksudnya adalah mencegah perpindahan panas antara suatu benda dan lingkungannya. Dalam fisika, sistem seperti ini disebut adiabatis.
Thermos: Ilmu Fisika di Dapur
Contoh paling dekat dengan kita adalah termos air panas di dapur, atau kotak pendingin minuman di warung. Keduanya berfungsi sama: menjaga suhu isi di dalamnya agar tidak cepat setara dengan suhu lingkungan.
Bagaimana cara kerjanya? Mari kita lihat jalannya panas mencoba “kabur” dari air dalam termos:
Konveksi terhalang.
Molekul air di permukaan ingin menguap agar bisa menurunkan suhu air keseluruhan. Tapi tutup termos yang rapat menahan uap. Akibatnya, udara di dalam rongga cepat mencapai kelembapan jenuh, sehingga penguapan terhenti.Konduksi sulit.
Panas mencoba merambat melalui dinding termos. Dinding termos memang dari kaca, bisa menghantarkan panas, tetapi di antara dua lapisan kaca terdapat ruang hampa. Karena hampa udara tidak bisa menghantarkan panas, jalur ini pun buntu.Radiasi dipantulkan.
Satu-satunya cara tersisa adalah radiasi panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Tapi dinding dalam termos dibuat mengkilap seperti cermin, sehingga radiasi dipantulkan kembali ke dalam.
Dengan tiga jalur ini tertutup rapat, panas air dalam termos akhirnya bertahan lama.
Tidak Ada yang Sempurna
Meski begitu, tidak ada sistem yang efisiensinya 100%. Termos terbaik sekalipun tetap akan kehilangan panas seiring waktu. Yang penting adalah bagaimana merancangnya agar kebocoran panas sekecil mungkin, sehingga suhu bisa terjaga dalam waktu lama.
Catatan Penting
Penguapan menyebabkan suhu suatu benda menurun. Prinsip inilah yang dipakai pada kerja AC.
Semakin tinggi kelembapan udara, semakin sulit terjadi penguapan. Itulah mengapa kita merasa gerah menjelang hujan: udara lembap membuat keringat kita sulit menguap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar