Sabtu, 14 Juni 2025

Kajian Ilmiah - Mengenal Kalender Aboge

  


1. Apa Itu Kalender Aboge?

Kalender Aboge adalah sistem penanggalan Jawa yang digunakan oleh sebagian masyarakat Jawa, terutama untuk menentukan hari-hari penting seperti weton, peringatan adat, hingga perhitungan hari baik. Nama Aboge berasal dari singkatan Alif Rebo Wage, yang merujuk pada tahun pertama dalam siklus windu (8 tahun Jawa) yang dimulai pada hari Rabu Wage.

Kalender Aboge memiliki siklus windu selama 8 tahun, di mana setiap tahun memiliki nama khusus, yaitu: Alif, Ha (atau Ehe), Jimawal, Je, Dal, Ba (atau Be), Wawu, dan Jimakir. Setiap awal tahun dalam siklus ini selalu jatuh pada kombinasi hari pasaran tertentu. Misalnya, pada tahun Alif, tanggal 1 Muharram (atau 1 Sura dalam kalender Jawa) jatuh pada hari Rabu Wage. Pada tahun berikutnya, 1 Sura akan jatuh pada Ahad Pon, lalu Jumat Pon di tahun ketiga, dan seterusnya, mengikuti pola tertentu. Setelah delapan tahun berlalu, siklus ini akan kembali ke tahun Alif, dan 1 Sura akan kembali jatuh pada Rabu Wage, mengulang siklusnya.


Awalnya, kalender ini mengikuti sistem kalender Jawa yang berlaku umum. Namun, pada tahun 1936 M (atau 1867 Tahun Jawa), terjadi perubahan dalam kombinasi hari-pasaran awal tahun. Sistem resmi yang dikenal sebagai Asapon (singkatan dari Alif-Selasa-Pon) mulai diberlakukan, di mana tahun Alif dimulai pada hari Selasa Pon, menggantikan sistem sebelumnya yang dikenal sebagai Aboge (Alif-Rabu-Wage), yang telah digunakan sejak tahun 1866 M. Meskipun demikian, sebagian masyarakat Jawa—terutama di wilayah-wilayah tertentu—masih mempertahankan hitungan tradisional Aboge hingga hari ini. Bahkan, nama "Aboge" kini juga digunakan sebagai penanda identitas komunitas budaya yang melestarikan sistem perhitungan tersebut.

Baik Aboge maupun Asapon, pada dasarnya keduanya akan tetap mengalami pergeseran terhadap siklus bulan, karena metode perhitungannya tidak sepenuhnya presisi mengikuti peredaran bulan secara astronomis.

Sistem Asapon, yang memulai tahun Alif-Selasa-Pon pada tahun 1936 M (atau 1867 Tahun Jawa), dirancang untuk berlaku selama satu siklus panjang, yaitu 15 windu (15 × 8 tahun = 120 tahun lunar). Berdasarkan perhitungan tersebut, sistem Asapon diperkirakan akan mencapai akhir periodenya pada tahun 2053 M (atau 1987 Tahun Jawa). Setelah itu, kombinasi hari-pasaran awal tahun akan bergeser, menandai dimulainya kurup baru dengan pola Alif-Senin-Pahing, yang secara jenaka sering disebut "Asehing" (singkatan dari Alif-Senen-Pahing), sesuai dengan rotasi alami dalam siklus hari dan pasaran kalender Jawa.

Sementara itu, jika sistem Aboge terus mempertahankan hitungan tradisionalnya tanpa penyesuaian apa pun, maka dalam rentang waktu sekitar dua ribu tahun ke depan akan terjadi pergeseran yang signifikan. Akibatnya, tanggal 1 dalam kalender Aboge, yang seharusnya mencerminkan kemunculan bulan baru, bisa saja bertepatan dengan fase bulan purnama, suatu kondisi yang bertolak belakang dengan makna awal bulan dalam kalender lunar.


2. Perbedaan Kalender Aboge dengan Kalender Jawa Umumnya

Meskipun kalender Aboge masih bagian dari kalender Jawa, ada perbedaan mendasar dengan sistem kalender Jawa resmi yang distandarkan pada masa Sultan Agung Mataram.

  • Awal Tahun

    • Kalender Aboge: Tahun baru dimulai pada Rabu Wage di tahun Alif.

    • Kalender Jawa Umum: Penentuan awal tahun sudah disesuaikan dengan sistem resmi Sultan Agung, bisa berbeda hari pasaran.  Tujuannya adalah untuk menyesuaikan dengan kalender Hijriyah.

  • Penentuan Hari Besar

    • Kalender Aboge: Sering digunakan untuk perhitungan khusus seperti muludan (Maulid Nabi) dengan rumus tertentu.

    • Kalender Jawa Umum: Lebih mengikuti penanggalan resmi yang seragam di seluruh Jawa.

  • Penggunaan Lokal

    • Kalender Aboge biasanya digunakan di daerah-daerah pedesaan atau komunitas adat yang memegang tradisi turun-temurun.

    • Kalender Jawa umum digunakan lebih luas, termasuk dalam keperluan budaya, perhitungan weton, dan acara kerajaan.


3. Perbedaan Kalender Aboge dengan Kalender Hijriyah

Kalender Aboge pada dasarnya merupakan modifikasi dari kalender Hijriyah yang disesuaikan dengan perhitungan Jawa.

  • Sistem Penanggalan

    • Kalender Hijriyah: Berdasarkan peredaran bulan murni (lunar calendar), jumlah hari 29–30 per bulan, total ±354 hari per tahun.

    • Kalender Aboge: Juga mengikuti peredaran bulan, tetapi awal bulannya disesuaikan dengan hitungan Aboge sehingga beberapa tanggal hari besar Islam bisa berbeda.

  • Awal Penentuan Tahun Baru

    • Kalender Hijriyah: Tahun baru dimulai 1 Muharram sesuai rukyat atau hisab astronomi.

    • Kalender Aboge: Tahun baru dimulai sesuai siklus windu dan kombinasi pasaran yang tetap (Rabu Wage di tahun Alif).

  • Hari Besar Islam

    • Kalender Hijriyah: Penentuan hari besar murni berdasarkan rukyat/hisab astronomi resmi.

    • Kalender Aboge: Penentuan hari besar bisa berbeda satu atau dua hari karena memakai sistem hitungan tradisional.


Kesimpulan

Kalender Aboge adalah salah satu bentuk penanggalan Jawa tradisional yang unik, lahir dari perpaduan budaya Jawa dan perhitungan kalender Islam. Ciri khasnya terletak pada siklus Alif Rebo Wage yang digunakan untuk menentukan awal tahun dan hari-hari penting.

Perbedaan dengan kalender Jawa umum terutama ada pada awal tahun dan metode penentuan hari besar, sedangkan perbedaan dengan kalender Hijriyah terletak pada penyesuaian perhitungan hari besar Islam yang sering berbeda satu atau dua hari dari penanggalan resmi.

Kalender Aboge bukan sekadar sistem waktu, tetapi juga warisan budaya yang mencerminkan kearifan lokal dan tradisi spiritual masyarakat Jawa. Meski jarang digunakan dalam penanggalan resmi, kalender ini tetap lestari di komunitas yang memegang teguh adat dan perhitungan tradisional.

Kalender Aboge, jika digunakan dalam jangka panjang, akan menghadapi masalah serius terkait kesesuaian dengan fase bulan, karena perhitungannya bersifat tetap dan tidak mengikuti pengamatan astronomis. Seiring waktu, pergeseran antara tanggal dalam kalender dan posisi bulan sebenarnya akan semakin besar, sehingga tanggal 1 yang seharusnya mencerminkan bulan baru bisa jatuh pada fase bulan purnama. Penyesuaian tentu dapat dilakukan untuk menjaga akurasi terhadap siklus bulan, namun jika penyesuaian itu diterapkan, maka kalender tersebut tidak lagi dapat disebut sebagai Aboge, karena telah meninggalkan sistem hitungan tradisional yang menjadi ciri khas utamanya. Dan tentunya 1 Sura di tahun Alif tidak akan lagi jatuh pada hari Rebo Wage.

****


Catatan Tambahan: Mengapa Kalender Jawa Mengalami Pergeseran?
Pergeseran terhadap fase bulan dalam kalender Jawa terjadi karena  menggunakan sistem hitungan matematis tetap (taqwim) yang tidak sepenuhnya mengikuti peredaran bulan secara astronomis (rukyat).

📌 Masalah utama terletak pada panjang rata-rata tahun dan akumulasi selisih hari:
Kalender Jawa (versi Sultan Agung) memakai siklus windu (8 tahun), yang terdiri atas:
5 tahun pendek (354 hari)
3 tahun panjang (355 hari)

➡️ Total hari dalam satu windu: 

2.835 : 8 =  354,375  hari 


➡️ Rata-rata jumlah hari Kalender Hijriyah:
Kalender Hijriyah murni (berdasarkan bulan sinodik):≈ 354,367

✅ Selisih waktu antara Kalender Jawa dan Hijriyah:

Artinya, kalender Jawa lebih panjang sekitar 0,008 hari per tahun dibanding Hijriyah murni.

🔁 Akumulasi selisih:
Dalam 1 windu (8 tahun):
0,008×8=0,064 hari

Dalam 125 windu (1.000 tahun)
0,064×125=8 hari


Dengan sistem ini, setelah kurup Aboge (Alif-Rabu-Wage),  berganti menjadi Asapon (Alif-Selasa-Pon) saat ini masih berlaku, lalu Asehing (Alif-Senin-Pahing), Ahadgi (Alif-Ahad Legi), dan seterusnya, mengikuti rotasi alami hari dan pasaran dalam siklus windu.



Tidak ada komentar:

Postingan Populer

SERI BUMI DATAR?

Bukti Empiris Revolusi Bumi + Pengantar
Bukti Empiris Rotasi Bumi + Pengantar
Bukti Empiris Gravitasi + Pengantar

Seri 43 : Bantahan Cerdas Penganut FE3

Seri 42 : Bantahan Cerdas Penganut FE 2
Seri 41 : Melihat Satelit ISS sedang mengorbit Bumi
Seri 40 : Bantahan Cerdas Penganut FE

Seri 39 : Arah Kiblat Membuktikan Bumi Bulat

Seri 38 : Equation Of Time

Seri 37 : Mengenal Umbra Penumbra dan Sudut Datang Cahaya

Seri 36 : Fase Bulan Bukan Karena Bayangan Bumi
Seri 35 : Percobaan Paling Keliru FE
Seri 34 : Analogi Gravitasi Yang Keliru
Seri 33 : Belajar Dari Gangguan Satelit
Seri 32 : Mengapa Horizon Terlihat Lurus?
Seri 31 : Cara Menghitung Jarak Horizon
Seri 30 : Mengapa Rotasi Bumi Tidak Kita Rasakan
Seri 29 : Observasi Untuk Memahami Bentuk Bumi
Seri 28 : Permukaan Air Melengkung
Seri 27 : Aliran Sungai Amazon
Seri 26 : Komentar dari Sahabat
Seri 25 : Buat Sahabatku (Kisah Kliwon menanggapi surat FE101 untuk Prof. dari LAPAN)
Seri 24 : Bukti Empiris Gravitasi
Seri 23 : Bukti Empiris Revolusi Bumi
Seri 22 : Bukti Empiris Rotasi Bumi
Seri 21 : Sejarah Singkat Manusia Memahami Alam Semesta

Seri 20 : Waktu Shalat 212
Seri 19 : Kecepatan Terminal
Seri 18 : Pasang Surut Air Laut
Seri 17 : Bisakah kita mengukur suhu sinar bulan?
Seri 16 : Refraksi
Seri 15 : Ayo Kita Belajar Lagi
Seri 14 : Perspektif
Seri 13 : Meluruskan Kekeliruan Pemahaman Gravitasi
Seri 12 : Teknik Merasakan Lengkungan Bumi
Seri 11 : Gaya Archimedes terjadi karena gravitasi
Seri 10 : Azimuthal Equidistant
Seri 9 : Ketinggian Matahari pada bumi datar
Seri 8 : Bintang Kutub membuktikan bumi bulat
Seri 7 : Satelit Membuktikan Bumi berotasi
Seri 6 : Rasi Bintang membuktikan bumi berputar dan berkeliling
Seri 5 : Gravitasi membuktikan bumi bulat
Seri 4 : Besi tenggelam dan Gabus terapung
Seri 3 : Gaya gravitasi sementara dirumahkan
Seri 2 : Bola Golf jadi Penantang
Seri 1 : Satelit yang diingkari